“ PENGENDALIAN DIRI “
MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH
SATU TUGAS
MATA KULIAH LEADERSHIP
Dosen Pembimbing: Lukman Zakaria, S.Pd.I
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
SEMESTER: V PAI C
·
HERMANTO
·
MUHSYAR KHOIR
·
DARMAWANI
·
DWI MAYA SARI
·
ZILNA HIKMA RIA
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM (STAI)
MUARA BULIAN
TAHUN AKADEMIK
2012/2013
MOTTO
“Bukanlah orang perkasa apabila
ia pandai bergulat, tetapi orang perkasa adalah apabila ia mampu mengendalikan
nafsunya di saat marah”. (H.R. Muttafakaun Alaih)
“Berteman dengan orang bodoh
yang tidak mengikuti ajakan hawa nafsunya adalah lebih baik bagi kalian,
daripada berteman dengan orang alim tapi selalu suka terhadap hawa nafsunya”. (Ibnu
Attailllah as Sakandari)
“Keluarlah
dari dirimu dan serahkanlah semuanya pada Allah, lalu penuhi hatimu dengan
Allah. Patuhilah kepada perintahNya, dan larikanlah dirimu dari laranganNya,
supaya nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu, setelah itu keluar, untuk membuang nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus
berjuang dan jangan menyerah kepadanya dalam keadaan bgaimanapun juga dan dalam
tempo kapanpun juga”.(Syekh Abdul Qodir al-Jaelani)
“Musuh
yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang
paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh”.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang
telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyusun makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan
kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu
merubah peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang
penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh rasa suka cita
penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Dosen Mata Kuliah “Leadership” yang
telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk membuat makalah yang kami
beri judul "Pengendalian Diri". Penulis menyadari bahwa dalam
makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki,
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang
budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan
serupa.
Muara Bulian, 08 November 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
i
MOTTO................................................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................
iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah............................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah......................................................................................................
2
C.
Tujuan........................................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Selayang pandang
sikap pengendalian diri................................................................
3
B.
Ketika emosi
menggelegak........................................................................................
5
C.
Neuron-neuron yang siap mengatakan tidak.............................................................
6
D.
Uji marshmallow
sebuah realita empirik....................................................................
7
E.
Hati yang dikelola......................................................................................................
7
F.
Pembunuh
kreatifitas.................................................................................................
9
G.
Empati dimulai dari
dalam hati..................................................................................
9
H.
Neurologi motivasi..................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................................
12
B.
Saran..........................................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pengendalian
diri sangat di butuhkan pada diri manusia, karena tanpa pengendalian diri
manusia bisa hancur. Saat manusia berada di atas, saat manusia berada di bawah
manusia harus bisa mengendalikan dirinya. Jika manusia berada di bawah dan
tidak ada pengendalian diri, maka kehidupannya tidak akan bertambah baik,
bahkan semakin hancur. Begitu juga saat manusia berada diatas jika tidak ada
pengendalian diri bisa jatuh.
Sebagai
ilustrasi jika manusia berada di bawah pasti akan merasa susah untuk mewujudkan
keinginannya, bahkan tidak bisa, jika tidak ada pengendalian diri maka bisa
saja mengambil jalan pintas dan berbuat kejahatan, jika sudah berbuat kejahatan
sudah pasti hidupnya semakin hancur. Begitu juga dengan manusia jika sudah
berada di atas (sudah sukses) jika tidak ada pengendalian diri, maka dia bisa
jatuh kembali. Terkadang manusia jika sudah sukses banyak keinginannya, karena
dia merasa mampu, seperti ingin mempunyai rumah mewah, mobil mewah bahkan yg
negatif memboroskan uangnya untuk yang tidak perlu, main judi misalnya, ini
pasti akan membawa manusia tersebut kembali pada kehancuran.
Pada
dasarnya sifat manusia tidak pernah puas, tetapi harus di imbangi oleh
pengendalian diri, dengan adanya pengendalian diri bisa membawa kita lebih maju
lagi, hidup
kita akan lebih tenang, tidak peduli kehidupan kita sedang berada di atas atau
di bawah.
Seseorang
yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.
Dapat dikatakan, orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri sangat
mudah untuk dihasut oleh iblis yang pada akhirnya, akan merusak diri sendiri
dan hubungan dengan orang lain. Apabila kita dapat menguasai diri niscaya kita
mampu menahan segala godaan yang ditawarkan kepada kita dan tetap hidup di
jalan Tuhan.
B.
Rumusan Masalah
1)
Selayang pandang
sikap pengendalian diri !
2)
Ketika emosi
menggelegak !
3)
Neuron-neuron yang siap mengatakan tidak !
4)
Uji marshmallow
sebuah realita empirik !
5)
Hati yang dikelola
!
6)
Pembunuh
kreatifitas !
7)
Empati dimulai dari
dalam hati !
8)
Neurologi motivasi
!
C.
Tujuan
Untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah yaitu Leadership dan menjelaskan kepada
rekan-rekan mahasiswa tentang pengendalian diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Selayang Pandang Sikap Pengendalian Diri
Seorang psikolog,
terbang ke kawasan Timur Indonesia untuk memberikan ceramah pada acara konvensi
nasional. Penerbangan yang tertunda dan tidak adanya kepastian jadwal telah
membuatnya tidak bisa tidur malam. Akibatnya, setelah sampai di lokasi konvensi,
selain sangat lelah juga ia mengalami rasa was-was, sebab jadwal ceramahnya
tidak dapat diundur. Saat memulai ceramah, psikolog itu sangat hati-hati
menyampaikan ceramahnya. Kondisi yang amat kelelahan dengan cepat mengubah
kehati-hatiannya justru menjadi panik luar biasa. Psikolog tersebut memulai
ceramahnya dengan cerita lelucon, tetapi tiba-tiba dia diam membisu, pikirannya
kosong sebelum klimaks karena tegang dan lupa. Yang lebih parah, tidak hanya
leluconnya yang tidak tuntas, ceramahnya pun hilang dari otaknya. Catatan yang
dibawanya menjadi tidak bermakna, perhatiannya tidak lepas dari ratusan wajah
yang berada dihadapannya, dengan tatapan yang terhujam langsung kepadanya. Ia
terpaksa meminta maaf, lalu meninggalkan mimbar. Setelah beberapa jam beristirahat
mereka mampu mengendalikan diri dan berceramah lengkap dengan bagian klimaks
leluconnya yang mendapat tepukan tangan meriah.
Kasus psikolog tersebut
menggambarkan betapa pentingnya kecerdasan emosional dalam mewujudkan visi,
misi, dan tujuan seseorang. Semua orang bisa mengalami hal yang serupa dengan
yang dialami psikolog tersebut. Bagaimana tingginya pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki seseorang, jika suasana batin dan otak tidak menyatu dapat
berdampak pada ketidakstabilan emosi seseorang, sehingga tidak dapat
mengendalikan dan menguasai dirinya. Apalagi seseorang yang baru pertama kali
tampil di hadapan publik atau pejabat, jika kepercayaan diri dan keberaniannya
rendah tentu mengalami guncangan pikiran dan denyutan jantung yang hebat sehingga
konsentrasi otaknya terganggu.
Temuan yang paling menghebohkan dari studi-studi tentang
otak pada orang-orang dalam kondisi stress misalnya ketika harus berbicara di
depan pejabat/tokoh penting menunjukkan bahwa pekerjaan otak emosi sangat
berpengaruh terhadap kerja pusat eksekusi otak (lobus prefrontal). Lobus
prefrontal merupakan tempat disimpannya “memori kerja” dengan kemampuan
memusatkan perhatian dan mengingat apapun informasi yang muncul.
Jika situasi darurat, maka otak merosot turun ke fungsinya
yang sederhana, pada hal-hal rutin dan reaksi-reaksi yang paling akrab,
sementara pikiran-pikiran kompleks, wawasan-wawasan kreatif, dan perencanaan
jangka panjang terkesampingkan.
Rangkaian otak untuk gawat darurat itu jika tidak mampu
dikendalikan, maka emosi-emosi seperti: cemas, gelisah, panik, frustasi, mudah
tersinggung, marah, dan beringas senantiasa mengancam kesuksesan seseorang.
Gambar berikut memberikan gambaran tentang emosi yang tidak dapat dikendalikan
akan berdampak pada pikiran-pikiran negatif, sedangkan apabila emosi dapat
dikendalikan dengan tenang dapat menimbulkan ketenangan sehingga positif
thinking dapat berjalan secara efektif. Zona
ikhlas dan zona nafsu (emosi)
merupakan dua kutub yang sangat berpengaruh dalam kegiatan untuk pengendalian
diri.
Jika zona ikhlas berfungsi dengan baik, maka akan
menimbulkan ketenangan, konsentrasi, semanagat dan harapan yang tinggi untuk
sukses. Sebaliknya, jika nafsu (emosi) yang mendominasi, maka pikiran negatif
akan menimbulkan kemarahan, rasa cemas, takut, dan dendam.
B.
Ketika Emosi Menggelegak
Seorang guru wanita sedang kesal yang luar biasa terhadap
mantan kekasihnya berteriak “rasanya, ini hari paling sial dalam hidupku !
“dibantingnya telepon selulernya, dan beranjak dari kursinya. Dia meninggalkan
kelas dengan melampiaskan kemarahannya lewat telepon sambil berkata sialan.
Itulah ungkapan perasaan yang selalu terlontar bila kesulitan dan tekanan
mendorong kita sampai hampir keambang batas kesabaran. Ketika tekanan semakin
menumpuk, dampak dari tekanan itu saling menekan sehingga bisa lebih cepat
mendekati titik kritis dengan menggerogoti kesabaran. Akibatnya, tiap beban
tambahan sekecil apapun, seolah-olah tidak tertahan lagi. Seorang penyair
mengungkapkan: “ bukan masalah besar yang mengirim kita kerumah sakit gila,
bukan hilangnya kekasih, melainkan hanya karena putusnya tali sepatu disaat
kita mesti bergegas.
Jika stres berkelenjutan, akhir yang paling mungkin
adalah habisnya daya tahan atau lebih buruk dari itu. Dan pengaruhnya kepada
otak bisa dramatis, terkikis atau menyusutnya hipokampus. Hipokampus merupakan
bagian paling pokok yang mengelola memori.
Stres juga dapat menjadi karunia bagi
seseorang karena hal ini tidak mungkin dihindari dengan cara mengelola emosi
diri secara cermat dan cepat. Emosi dapat lebih cepat dikendalikan jika kita
dekat dengan Tuhan YME. Dalam pandangan islam cara paling manjur dan aman dalam
menghadapi stress adalah mendekatkan diri kepada Tuhan YME melalui dzikir.
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.ÉÎ/ «!$# 3 wr& Ìò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
$ygr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# Îö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
C.
Neuron-Neuron Yang
Siap Mengatakan Tidak
Tuhan YME telah merancang otak secara sistemik yang
bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di satu sisi terdapat neuron
yang bertugas memicu aksi, sedangkan disisi lain ada yang bertugas menghalangi
aksi. Namun, apabila mampu diwujudkan kerjasama yang selaras di antara kedua
kecenderungan yang saling berlawanan tersebut, dapat menghasilkan keputusan
yang arif dan bijaksana.
Amigdala merupakan pusat tanda bahaya otak, organ ini
mempunyai kekuasaan untuk mengalahkan fungsi lobus prefrontal hanya dalam per sekian detik saja untuk
mencanangkan situasi darurat. Di pihak lain, lobus prefrontal tidak dapat dengan cepat dan langsung mengimbangi
amigdala. Dalam hal ini, lobus prefrontal mempunyai serangkai neuron
“penghambat” berfungsi menghentikan perintah-perintah yang begitu kencang
dikirim oleh amigdala kurang lebih seperti mengirimkan kode rahasia untuk
mematikan system alarm pengaman rumah yang tidak disengaja menjadi aktif.
Orang yang tergolong tangguh (cerdas emosional) mepunyai
kecepatan yang mengagumkan untuk pulih dari stress, dengan lobus prefrontal
yang hanya dalam hitungan detik sudah mulai bekerja menenangkan amigdala dan
bagian itu sendiri. Sebaliknya, orang yang rentan (tidak cerdas emosi),
menunjukkan semakin meningkatnya aktifitas amigdala, dan gejala tertekan,
selama berapa menit sesudah situasi stress berakhir.
Rangkaian penghambat yang terletak diantara lobus prefrontal dan amigdala ini menjadi dasar bagi banyak
kecakapan pengaturan diri, khususnya pengendalian diri dalam situasi stress dan
kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan karena keduanya memungkinkan
orang bersifat tenang ketikan menghadpai kenyataan-kenyataan hidup seperti:
krisis, ketidakpastian, dan datang perginya tantangan di dalam Al Quran Allah
Swt menegaskan:
ôs)s9 $uZø)n=yz z`»|¡SM}$# Îû >t6x. ÇÍÈ
“Sesungguhnya
kami Telah menciptakan manusia berada dalam susah payah”.
Kemampuan lobus
prefrontal menghambat pesan Amigdala
memungkinkan pikiran tetap jernih sehingga apapun kegiatan kita dapat
berlangsung dengan tenang dan mantap.
D.
Uji Marshmallow Sebuah Realita Empirik
Anak-anak yang memakan marshmallow dibandingkan dengan
anak-anak yang mampu menahan diri sehingga mendapatkan dua melahap mashmallow,
cenderung tidak tahan menghadapi stress, mudah tersinggung, lebih sering
berkelahi, dan kurang tahan uji dalam mengejar cita-cita mereka. Sedangkan
mereka yang tahan menunggu lebih agresif, sabar, dan tahan uji. Hasil yang
lebih mengejutkan para peneliti adalah munculnya efek yang benar-benar tidak
terduga yakni: Anak-anak yang mampu menahan diri dalam uji marshmallow,
dibandingkan dengan yang tidak tahan, memperoleh skor TPA-nya rat-rata lebih
tinggi dalam ujian masuk perguruan tinggi.
Perkiraan terbaik tentang mengapa impusivitas dapat
mengurangi kemampuan belajar, dikaitkan dengan jaringan penghubung antara amigdala dan lobus prefrontal. Sebagai sumber impuls emosi, amigdala sangat
berperan dalam pengalihan perhatian. Sedangkan lobus prefrontal merupakan
tempat dihimpunnya memori kerja, termasuk kemampuan memusatkan perhatian kepada
sesuatu yang dipirkan.
E.
Hati Yang Dikelola
Setiap pekerjaan profesi membutuhkan profesionalisme bagi
pelakunya. Arlie Hochsehild, seorang sosiolog di University of California,
Berkeley, mengatakan bahwa “komersialisasi perasaan manusia” mengarah ke
terbentunya semacam tirani emosi. Yang penting adalah apakah suatu kerja emosi
terlalu menyiksa atau tidak bergantung pada bagaimana orang yang bersangkutan
mengidentifikasi pekerjaannya. Nabi Muhammad saw, menyatakan melalui sabdanya: “dalam tubuh manusia terdapat segumpal
daging, apabila daging itu baik maka nbaiklah seluruh tubuh, tetapi apabila
daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh, daging yang dimaksudkan itu
adalah ‘hati’ (qalbu)”. Jadi hati yang dikelola dengan baik sangat
mendukung sehat dan kuatnya tubuh dan pikiran seseorang.
Pengaturan diri pengelolaan impuls dan perasaan yang
menekan bergantung pada keselarasan kerja pusat emosi dan pusat eksekusi otak
lobus prefrontal. Kedua keterampilan ini menanggapi kekesalan ke dalam lima
kecakapan emosi utama: (a) pengendalian diri: mengelola emosi dan impuls yang
merusak dengan efektif. (b) dapat dipercaya: menunujukkan kejujuran dan integritas.
(c) kehati-hatian: dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi
kewajiban. (d) adaptabilitas: keluwesan dalam menangani perubahan dan
tantangan. (e) inovasi: bersikap terbuka terhadap gagasan, pendekatan baru, dan
informasi terkini. Kelima aspek ini dikaji secara ringkas berikut ini.
1)
Pengendalian diri
Untuk menjaga agar emosi yang merusak tetap terkendali,
seseorang dengan kecakapan pengendalian diri perlu: (a) mengelola dengan baik
perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang menekan mereka. (b) tetap teguh, positif
dan tidak goyah dalam situasi yang paling berat. (c) berpikir dengan jernih dan
tetap terfokus kendati dalam tekanan.
2)
Dipercaya dan bersungguh-sungguh
Seorang guru dengan
kecakapan sifat dapat dipercaya yang baik senantiasa berupaya untuk: (1)
bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan siswa. (2) membangun
kepercayaan lewat keandalan diri. (3) mengakui kesalahan sendiri dan berani
menegur perbuatan tidak etis orang lain. (4) berpegang kepada prinsip secara
teguh bahkan bila akibatnya adalah menjadi tidak disukai.
Kesungguhan tanpa
disertai dengan empati atau keterampilan sosial dapat menimbulkan masalah. Dan
apabila kesungguhan hati berwujud dalam bentuk keterikatan tanpa kompromi
terhadap harapan, ini dapat mengorbankan kreativitas, keterbukaan terhadap
gagasan-gagasan tinggi dan spontanitas menjadi hal utama.
3)
Adaptabilitas dan inovasi
Guru yang terbuka terhadap gagsan-gagasan dan
pendekatan-pendekatan baru, serta luwes dalam menanggapi perubahan adalah guru
visioner yang bersifat adptabel dan inovatif. Guru dengan kecakapan inovatif
selalu: (1) mencari gagasan-gagasan baru dari berbagai sumber. (2) mendahulukan
solusi-solusi yang orisinal dalam pemecahan masalah. (3) menciptakan
gagasan-gagasan baru. (4) berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat
pemikiran baru mereka. Sedangkan guru yang memiliki kemampuan adaptabilitas,
senantiasa berusaha untuk: (1) terampil menangani beragamnya kebutuhan,
bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan. (2) siap mengubah tanggapan dan
taktik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. (3) luwes dalam memandang
situasi.
F.
Pembunuh Kreatifitas
Teresa Amabile,
seorang psikolog di Harvard Business School, mengemukakan empat “pembunuh
kreativitas” yang masing-masing menyebabkan
sempitnya memori kerja, ruang mental tempat berlangsungnya brainstorming dan berkembangnya
kreativitas, juga diambilnya keputusan untuk menempuh resiko, yaitu:
1)
Pengawasan yang
ketat: pengamatan dan pemerikasaan terus-menerus. Ini sangat menghilangkan
kebebasan yang diperlukan untuk berpikir kreatif.
2)
Evaluasi: Kritik
yang terlalu dini atau terlalu tajam. Gagasan kreatif harus dikritik, mkarena
tidak semua gagasan sama baiknya, atau menjanjikan sehingga harus disaring
melalui kritik, tetapi evaluasi menjadi kontraproduktif bila terlalu bernada
menghakimi.
3)
Pengendalian
berlebihan: pengelolaan secara terperinci pada setiap tahapan yang dijalani.
Seperti pengawasan yang ketat, ini membuat orang merasa sesak, dan menjauhkan
mereka dari gagasan asli.
4)
Tenggang waktu yang
tak dapat ditawar: jadwal yang terlalu ketat sehingga menciptakan kepanikan.
Walaupun ada tekanan yang mengundang motivasi, dan batas waktu serta sasaran
dapat memusatkan perhatian kita, tekanan dan batas waktu dapat menghilangkan
“waktu senggang” yang produktif untuk muncul-munculnya gagasan-gagasan segar.
G.
Empati Dimulai Dari Dalam Hati
Freud pernah
berkata, “Manusia tidak dapat menyimpan rahasia. Jika bibir mereka diam, mereka
bergosip lewat jemari mereka, kebenaran memaksakan diri keluar lewat setiap
pori”. Juru runding yang gugup dan gelisah tampak dari ekspresi wajahnya yang
kosong, sikap pura-pura tidak tertarik seorang pelanggan terhadap harga yang
tercantum di sebuah ruang pamer mobil bertolak belakang dengan kegairahannya,
ketika melihat-lihat mobil berkap terbuka yang sangat didambakannya.
Kemapuan mengindra
perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya merupakan inti sari
empati. Tanpa kemampuan mengindra perasaan sendiri atau menjaga agar perasaan
itu tidak mengombang-ambingkan kita tidak akan mungkin peka terhadap suasana
hati orang lain.
Di tataran yang
paling tinggi, empati adalah menghayati masalah-masalah atau
kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Kunci untuk
memahami seluk-beluk emosi orang lain adalah mengakrabi seluk-beluk emosi dirii
sendiri, sebagaimana dibuktikan oleh Robert Levenson di University of
California di Berkeley. Seseorang yang terampil dalam berempati menunjukkan
sesuatu yang secara fisiologis istimewa. Tubuh mereka otomatis bereaksi
menirukan pasangannya saat berempati. Reaksi peniruan ini melibatkan fenomena
biologis yang disebut entrainment,
semacam kesetaraan derap emosi.
Empati merupakan
keterampilan dasar untuk semua kecakapan sosial yang penting untuk bekerja.
Kecakapan-kecakapan meliputi: (a) memahami
orang lain: mengindra perasaan-perasaan dan perspektif orang lain, serta
menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan mereka, (b) orientasi melayani: mengantisipasi,
mengakui, dan memnuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan, (c) mengembangkan orang lain: mengindra kebutuhan orang lain untuk
berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka. (d) memanfaaatkan keragaman: menumbuhkan kesempatan-kesempatan melalui
keragaman pada banyak orang, dan (e) kesadaran politik: membaca kecenderungan
politik dan sosial dalam institusi.
H.
Neurologi Motivasi
Motif yang berbeda
menurut dugaan melibatkan campuran bahan kimia otak yang berbeda pula, walaupun
kita tidak tahu yang mana. Yang kita ketahui bahwa amigdala merupakan tempat
sirkuit otak umum yang mendasari motivasai.
Motif memandu
kesadaran ke arah peluang-peluang yang terus mereka cari. Amigdala menjadi bagian
“gerbang saraf” yang menjadi pintu masuk terhadap yang memotivasi. Sebagai
pemandu tentang hal yang penting bagi kita, Amigdala menjadi semacam pos tempat
menentukan prioritas-prioritas dalam hidup.
Tiga kecakapan
motivasi yang umumnya dimiliki oleh para guru/staf performer (professional)
adalah: (a) dorongan berprestasi, yaitu dorongan untuk meningkatkan atau
memenuhi standar keunggulan, (b) komitmen, yaitu setia kepada visi dan sasaran
institusi atau kelompok, (c) inisiatif dan optimisme, yakni kedua kecakapan
kembar yang menggerakkan orang untuk menangkap peluang dan membuat mereka
menerima kegagalan dan rintangan sebagai awal keberhasilan.
Pertama, seorang
guru dengan kecakapan dorongan untuk berprestasi selalu berusaha: (1)
berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang yang tinggi untuk meraih
tujuan dan memenuhi standar, (2) menetapkan sasaran yang menantang dan berani
mengambil resiko yang telah diperhitungkan, (3) mencari informasi
sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih
baik, (4) terus belajar untuk meningkatkan kinerja mereka. Kedua, seorang guru yang memiliki komitmen senantiasa: (1) siap
berkorban demi pemenuhan sasaran institusi, (2) merasakan dorongan semangat
dalam misi yang lebih besar, (3) menggunakan nilai-nilai kelompok dalam
pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan, (4) aktif mencari peluang
guna memenuhi misi kelompok. Ketiga, seorang
dengan kecakapan berinisiatif selalu: (1) siap memanfaatkan peluang, (2)
mengejar sasaran lebih daipada yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka,
(3) berani melanggar batas-batas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila
perlu agar tugas dapat dilaksanakan, (4) mengajak orang lain melakukan sesuatu
yang tidak. Terakhir, seorang guru
dengan kecakapan optimisme akan selalu: (1) tekun dalam mengejar sasaran
kendati banyak halangan dan kegagalan, (2) bekerja dengan harapan untuk sukses
bukannya takut gagal, (3) memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi
yang dapat dikendalikan daripada sebagai kekurangan pribadi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka kami dapat menyimpulkan
bahwasanya pengendalian diri sangat penting untuk mengendalikan dan mengatasi
kekhawatiran, kecanduan dan segala jenis perilaku yang tidak pas dengan kondisi
yang seharusnya. Dengan pengendalian diri, kita dapat mengembangkan kesabaran
dan toleransi serta merupakan alat yang penting dalam mencapai kesuksesan dan
kebahagiaan.
Pengendalian diri atau Penguasaan diri ( Self Regulation
) merupakan satu aspek penting dalam kecerdasan emosi ( Emotional Quotient ).
Aspek ini penting sekali dalam kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia
bukan berada di luar dirinya, namun justru berada di dalam dirinya sendiri.
Dengan demikian, kemana pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti
oleh “Musuh” nya.
Sekalipun terkadang banyak orang berdalih bahwa
lingkungannyalah yang membuat tidak bisa berkembang atau lingkungannya pula
yang membuat dia stress, namun jika dicermati lebih lanjut, kemungkinan besar
aspek penguasaan diri inilah yang belum berkembang secara optimal. Itulah
sebabnya, Jack Paar pernah bertutur
bijak tentang dirinya sendiri, “Kalau
menoleh ke belakang, kehidupan saya rupanya seperti jalan panjang penuh
rintangan, dengan diri saya sebagai rintangan utamanya”.
Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan aspek
yang perlu dilatih sejak dini. Tidak ada aspek kemampuan untuk menguasai diri
yang turun dari langit, melainkan diperoleh dari proses yang panjang dalam
pengalaman hidup selama berhubungan dengan orang-orang sekitar. Bahkan dalam
sebuah kata bijak tertulis, “Siapa yang
menguasai diri ibarat mengalahkan sebuah kota”. Diri yang kita bawa-bawa
sekarang ini dapat menguasai kita atau kita yang menguasainya, dapat menjadi
sahabat atau malah menjadi lawan. Tergantung pilihan kita menjalani hidup ini.
B.
Saran
Kami menyadari
bahwasanya penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan. Untuk itu, kami
harapkan kepada rekan-rekan mahasiswa memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Abdul Kadim Masaong, M.Pd, Drs. Arfan. A.Tilomi, M.HI, Kepemimipinan Berbasis Multiple
Intelligence, Alfabeta, Geger Kalong Hilir, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar