Rabu, 02 Januari 2013

PENGENDALIAN DIRI



“ PENGENDALIAN DIRI “
MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH
 SATU TUGAS MATA KULIAH LEADERSHIP
Dosen Pembimbing: Lukman Zakaria, S.Pd.I


LOGO STAI BRU
 





DISUSUN OLEH:
KELOMPOK II
SEMESTER: V PAI C
·         HERMANTO                                   
·         MUHSYAR KHOIR           
·         DARMAWANI
·         DWI MAYA SARI
·         ZILNA HIKMA RIA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MUARA BULIAN
TAHUN AKADEMIK 2012/2013


MOTTO
“Bukanlah orang perkasa apabila ia pandai bergulat, tetapi orang perkasa adalah apabila ia mampu mengendalikan nafsunya di saat marah”. (H.R. Muttafakaun Alaih)
“Berteman dengan orang bodoh yang tidak mengikuti ajakan hawa nafsunya adalah lebih baik bagi kalian, daripada berteman dengan orang alim tapi selalu suka terhadap hawa nafsunya. (Ibnu Attailllah as Sakandari)
Keluarlah dari dirimu dan serahkanlah semuanya pada Allah, lalu penuhi hatimu dengan Allah. Patuhilah kepada perintahNya, dan larikanlah dirimu dari laranganNya, supaya nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu, setelah itu keluar, untuk membuang  nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus berjuang dan jangan menyerah kepadanya dalam keadaan bgaimanapun juga dan dalam tempo kapanpun juga.(Syekh Abdul Qodir al-Jaelani)
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.












KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyusun makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu merubah peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Dosen Mata Kuliah “Leadership” yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk membuat makalah yang kami beri judul "Pengendalian Diri". Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.


Muara Bulian, 08 November 2012


Penyusun







DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
MOTTO................................................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah............................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................................... 2
C.     Tujuan........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Selayang pandang sikap pengendalian diri................................................................ 3
B.     Ketika emosi menggelegak........................................................................................ 5
C.     Neuron-neuron yang siap mengatakan tidak............................................................. 6
D.    Uji marshmallow sebuah realita empirik.................................................................... 7
E.     Hati yang dikelola...................................................................................................... 7
F.      Pembunuh kreatifitas................................................................................................. 9
G.    Empati dimulai dari dalam hati.................................................................................. 9
H.    Neurologi motivasi..................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................................ 12
B.     Saran.......................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pengendalian diri sangat di butuhkan pada diri manusia, karena tanpa pengendalian diri manusia bisa hancur. Saat manusia berada di atas, saat manusia berada di bawah manusia harus bisa mengendalikan dirinya. Jika manusia berada di bawah dan tidak ada pengendalian diri, maka kehidupannya tidak akan bertambah baik, bahkan semakin hancur. Begitu juga saat manusia berada diatas jika tidak ada pengendalian diri bisa jatuh.
Sebagai ilustrasi jika manusia berada di bawah pasti akan merasa susah untuk mewujudkan keinginannya, bahkan tidak bisa, jika tidak ada pengendalian diri maka bisa saja mengambil jalan pintas dan berbuat kejahatan, jika sudah berbuat kejahatan sudah pasti hidupnya semakin hancur. Begitu juga dengan manusia jika sudah berada di atas (sudah sukses) jika tidak ada pengendalian diri, maka dia bisa jatuh kembali. Terkadang manusia jika sudah sukses banyak keinginannya, karena dia merasa mampu, seperti ingin mempunyai rumah mewah, mobil mewah bahkan yg negatif memboroskan uangnya untuk yang tidak perlu, main judi misalnya, ini pasti akan membawa manusia tersebut kembali pada kehancuran.
Pada dasarnya sifat manusia tidak pernah puas, tetapi harus di imbangi oleh pengendalian diri, dengan adanya pengendalian diri bisa membawa kita lebih maju lagi, hidup kita akan lebih tenang, tidak peduli kehidupan kita sedang berada di atas atau di bawah.
Seseorang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya. Dapat dikatakan, orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri sangat mudah untuk dihasut oleh iblis yang pada akhirnya, akan merusak diri sendiri dan hubungan dengan orang lain. Apabila kita dapat menguasai diri niscaya kita mampu menahan segala godaan yang ditawarkan kepada kita dan tetap hidup di jalan Tuhan.




B.     Rumusan Masalah
1)      Selayang pandang sikap pengendalian diri !
2)      Ketika emosi menggelegak !
3)      Neuron-neuron yang siap mengatakan tidak !
4)      Uji marshmallow sebuah realita empirik !
5)      Hati yang dikelola !
6)      Pembunuh kreatifitas !
7)      Empati dimulai dari dalam hati !
8)      Neurologi motivasi !

C.    Tujuan
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu Leadership dan menjelaskan kepada rekan-rekan mahasiswa tentang pengendalian diri.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Selayang Pandang Sikap Pengendalian Diri
Seorang psikolog, terbang ke kawasan Timur Indonesia untuk memberikan ceramah pada acara konvensi nasional. Penerbangan yang tertunda dan tidak adanya kepastian jadwal telah membuatnya tidak bisa tidur malam. Akibatnya, setelah sampai di lokasi konvensi, selain sangat lelah juga ia mengalami rasa was-was, sebab jadwal ceramahnya tidak dapat diundur. Saat memulai ceramah, psikolog itu sangat hati-hati menyampaikan ceramahnya. Kondisi yang amat kelelahan dengan cepat mengubah kehati-hatiannya justru menjadi panik luar biasa. Psikolog tersebut memulai ceramahnya dengan cerita lelucon, tetapi tiba-tiba dia diam membisu, pikirannya kosong sebelum klimaks karena tegang dan lupa. Yang lebih parah, tidak hanya leluconnya yang tidak tuntas, ceramahnya pun hilang dari otaknya. Catatan yang dibawanya menjadi tidak bermakna, perhatiannya tidak lepas dari ratusan wajah yang berada dihadapannya, dengan tatapan yang terhujam langsung kepadanya. Ia terpaksa meminta maaf, lalu meninggalkan mimbar. Setelah beberapa jam beristirahat mereka mampu mengendalikan diri dan berceramah lengkap dengan bagian klimaks leluconnya yang mendapat tepukan tangan meriah.
Kasus psikolog tersebut menggambarkan betapa pentingnya kecerdasan emosional dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuan seseorang. Semua orang bisa mengalami hal yang serupa dengan yang dialami psikolog tersebut. Bagaimana tingginya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki seseorang, jika suasana batin dan otak tidak menyatu dapat berdampak pada ketidakstabilan emosi seseorang, sehingga tidak dapat mengendalikan dan menguasai dirinya. Apalagi seseorang yang baru pertama kali tampil di hadapan publik atau pejabat, jika kepercayaan diri dan keberaniannya rendah tentu mengalami guncangan pikiran dan denyutan jantung yang hebat sehingga konsentrasi otaknya terganggu.
Temuan yang paling menghebohkan dari studi-studi tentang otak pada orang-orang dalam kondisi stress misalnya ketika harus berbicara di depan pejabat/tokoh penting menunjukkan bahwa pekerjaan otak emosi sangat berpengaruh terhadap kerja pusat eksekusi otak (lobus prefrontal). Lobus prefrontal merupakan tempat disimpannya “memori kerja” dengan kemampuan memusatkan perhatian dan mengingat apapun informasi yang muncul.
Jika situasi darurat, maka otak merosot turun ke fungsinya yang sederhana, pada hal-hal rutin dan reaksi-reaksi yang paling akrab, sementara pikiran-pikiran kompleks, wawasan-wawasan kreatif, dan perencanaan jangka panjang terkesampingkan.
Rangkaian otak untuk gawat darurat itu jika tidak mampu dikendalikan, maka emosi-emosi seperti: cemas, gelisah, panik, frustasi, mudah tersinggung, marah, dan beringas senantiasa mengancam kesuksesan seseorang. Gambar berikut memberikan gambaran tentang emosi yang tidak dapat dikendalikan akan berdampak pada pikiran-pikiran negatif, sedangkan apabila emosi dapat dikendalikan dengan tenang dapat menimbulkan ketenangan sehingga positif thinking dapat berjalan secara efektif. Zona ikhlas dan zona nafsu (emosi) merupakan dua kutub yang sangat berpengaruh dalam kegiatan untuk pengendalian diri.









Jika zona ikhlas berfungsi dengan baik, maka akan menimbulkan ketenangan, konsentrasi, semanagat dan harapan yang tinggi untuk sukses. Sebaliknya, jika nafsu (emosi) yang mendominasi, maka pikiran negatif akan menimbulkan kemarahan, rasa cemas, takut, dan dendam.



B.     Ketika Emosi Menggelegak
Seorang guru wanita sedang kesal yang luar biasa terhadap mantan kekasihnya berteriak “rasanya, ini hari paling sial dalam hidupku ! “dibantingnya telepon selulernya, dan beranjak dari kursinya. Dia meninggalkan kelas dengan melampiaskan kemarahannya lewat telepon sambil berkata sialan. Itulah ungkapan perasaan yang selalu terlontar bila kesulitan dan tekanan mendorong kita sampai hampir keambang batas kesabaran. Ketika tekanan semakin menumpuk, dampak dari tekanan itu saling menekan sehingga bisa lebih cepat mendekati titik kritis dengan menggerogoti kesabaran. Akibatnya, tiap beban tambahan sekecil apapun, seolah-olah tidak tertahan lagi. Seorang penyair mengungkapkan: “ bukan masalah besar yang mengirim kita kerumah sakit gila, bukan hilangnya kekasih, melainkan hanya karena putusnya tali sepatu disaat kita mesti bergegas.
Jika stres berkelenjutan, akhir yang paling mungkin adalah habisnya daya tahan atau lebih buruk dari itu. Dan pengaruhnya kepada otak bisa dramatis, terkikis atau menyusutnya hipokampus. Hipokampus merupakan bagian paling pokok yang mengelola memori.
      Stres juga dapat menjadi karunia bagi seseorang karena hal ini tidak mungkin dihindari dengan cara mengelola emosi diri secara cermat dan cepat. Emosi dapat lebih cepat dikendalikan jika kita dekat dengan Tuhan YME. Dalam pandangan islam cara paling manjur dan aman dalam menghadapi stress adalah mendekatkan diri kepada Tuhan YME melalui dzikir.
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% ̍ø.ÉÎ/ «!$# 3 Ÿwr& ̍ò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
$ygƒr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãYÏètGó$# ÎŽö9¢Á9$$Î/ Ío4qn=¢Á9$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# yìtB tûïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
C.    Neuron-Neuron Yang Siap Mengatakan Tidak
Tuhan YME telah merancang otak secara sistemik yang bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Di satu sisi terdapat neuron yang bertugas memicu aksi, sedangkan disisi lain ada yang bertugas menghalangi aksi. Namun, apabila mampu diwujudkan kerjasama yang selaras di antara kedua kecenderungan yang saling berlawanan tersebut, dapat menghasilkan keputusan yang arif dan bijaksana.
Amigdala merupakan pusat tanda bahaya otak, organ ini mempunyai kekuasaan untuk mengalahkan fungsi lobus prefrontal hanya dalam per sekian detik saja untuk mencanangkan situasi darurat. Di pihak lain, lobus prefrontal tidak dapat dengan cepat dan langsung mengimbangi amigdala. Dalam hal ini, lobus prefrontal mempunyai serangkai neuron “penghambat” berfungsi menghentikan perintah-perintah yang begitu kencang dikirim oleh amigdala kurang lebih seperti mengirimkan kode rahasia untuk mematikan system alarm pengaman rumah yang tidak disengaja menjadi aktif.
Orang yang tergolong tangguh (cerdas emosional) mepunyai kecepatan yang mengagumkan untuk pulih dari stress, dengan lobus prefrontal yang hanya dalam hitungan detik sudah mulai bekerja menenangkan amigdala dan bagian itu sendiri. Sebaliknya, orang yang rentan (tidak cerdas emosi), menunjukkan semakin meningkatnya aktifitas amigdala, dan gejala tertekan, selama berapa menit sesudah situasi stress berakhir.
Rangkaian penghambat yang terletak diantara lobus prefrontal dan amigdala ini menjadi dasar bagi banyak kecakapan pengaturan diri, khususnya pengendalian diri dalam situasi stress dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan karena keduanya memungkinkan orang bersifat tenang ketikan menghadpai kenyataan-kenyataan hidup seperti: krisis, ketidakpastian, dan datang perginya tantangan di dalam Al Quran Allah Swt menegaskan:
ôs)s9 $uZø)n=yz z`»|¡SM}$# Îû >t6x. ÇÍÈ
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia berada dalam susah payah”.
                Kemampuan lobus prefrontal menghambat pesan Amigdala memungkinkan pikiran tetap jernih sehingga apapun kegiatan kita dapat berlangsung dengan tenang dan mantap.
D.    Uji Marshmallow Sebuah Realita Empirik
Anak-anak yang memakan marshmallow dibandingkan dengan anak-anak yang mampu menahan diri sehingga mendapatkan dua melahap mashmallow, cenderung tidak tahan menghadapi stress, mudah tersinggung, lebih sering berkelahi, dan kurang tahan uji dalam mengejar cita-cita mereka. Sedangkan mereka yang tahan menunggu lebih agresif, sabar, dan tahan uji. Hasil yang lebih mengejutkan para peneliti adalah munculnya efek yang benar-benar tidak terduga yakni: Anak-anak yang mampu menahan diri dalam uji marshmallow, dibandingkan dengan yang tidak tahan, memperoleh skor TPA-nya rat-rata lebih tinggi dalam ujian masuk perguruan tinggi.
Perkiraan terbaik tentang mengapa impusivitas dapat mengurangi kemampuan belajar, dikaitkan dengan jaringan penghubung antara amigdala dan lobus prefrontal. Sebagai sumber impuls emosi, amigdala sangat berperan dalam pengalihan perhatian. Sedangkan lobus prefrontal merupakan tempat dihimpunnya memori kerja, termasuk kemampuan memusatkan perhatian kepada sesuatu yang dipirkan.

E.     Hati Yang Dikelola
Setiap pekerjaan profesi membutuhkan profesionalisme bagi pelakunya. Arlie Hochsehild, seorang sosiolog di University of California, Berkeley, mengatakan bahwa “komersialisasi perasaan manusia” mengarah ke terbentunya semacam tirani emosi. Yang penting adalah apakah suatu kerja emosi terlalu menyiksa atau tidak bergantung pada bagaimana orang yang bersangkutan mengidentifikasi pekerjaannya. Nabi Muhammad saw, menyatakan melalui sabdanya: “dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik maka nbaiklah seluruh tubuh, tetapi apabila daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh, daging yang dimaksudkan itu adalah ‘hati’ (qalbu)”. Jadi hati yang dikelola dengan baik sangat mendukung sehat dan kuatnya tubuh dan pikiran seseorang.
Pengaturan diri pengelolaan impuls dan perasaan yang menekan bergantung pada keselarasan kerja pusat emosi dan pusat eksekusi otak lobus prefrontal. Kedua keterampilan ini menanggapi kekesalan ke dalam lima kecakapan emosi utama: (a) pengendalian diri: mengelola emosi dan impuls yang merusak dengan efektif. (b) dapat dipercaya: menunujukkan kejujuran dan integritas. (c) kehati-hatian: dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban. (d) adaptabilitas: keluwesan dalam menangani perubahan dan tantangan. (e) inovasi: bersikap terbuka terhadap gagasan, pendekatan baru, dan informasi terkini. Kelima aspek ini dikaji secara ringkas berikut ini.

1)      Pengendalian diri
Untuk menjaga agar emosi yang merusak tetap terkendali, seseorang dengan kecakapan pengendalian diri perlu: (a) mengelola dengan baik perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang menekan mereka. (b) tetap teguh, positif dan tidak goyah dalam situasi yang paling berat. (c) berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam tekanan.
2)      Dipercaya dan bersungguh-sungguh
Seorang guru dengan kecakapan sifat dapat dipercaya yang baik senantiasa berupaya untuk: (1) bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan siswa. (2) membangun kepercayaan lewat keandalan diri. (3) mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidak etis orang lain. (4) berpegang kepada prinsip secara teguh bahkan bila akibatnya adalah menjadi tidak disukai.
Kesungguhan tanpa disertai dengan empati atau keterampilan sosial dapat menimbulkan masalah. Dan apabila kesungguhan hati berwujud dalam bentuk keterikatan tanpa kompromi terhadap harapan, ini dapat mengorbankan kreativitas, keterbukaan terhadap gagasan-gagasan tinggi dan spontanitas menjadi hal utama.
3)      Adaptabilitas dan inovasi
Guru yang terbuka terhadap gagsan-gagasan dan pendekatan-pendekatan baru, serta luwes dalam menanggapi perubahan adalah guru visioner yang bersifat adptabel dan inovatif. Guru dengan kecakapan inovatif selalu: (1) mencari gagasan-gagasan baru dari berbagai sumber. (2) mendahulukan solusi-solusi yang orisinal dalam pemecahan masalah. (3) menciptakan gagasan-gagasan baru. (4) berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat pemikiran baru mereka. Sedangkan guru yang memiliki kemampuan adaptabilitas, senantiasa berusaha untuk: (1) terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan. (2) siap mengubah tanggapan dan taktik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. (3) luwes dalam memandang situasi.



F.     Pembunuh Kreatifitas
Teresa Amabile, seorang psikolog di Harvard Business School, mengemukakan empat “pembunuh kreativitas” yang masing-masing menyebabkan  sempitnya memori kerja, ruang mental tempat berlangsungnya brainstorming dan berkembangnya kreativitas, juga diambilnya keputusan untuk menempuh resiko, yaitu:
1)      Pengawasan yang ketat: pengamatan dan pemerikasaan terus-menerus. Ini sangat menghilangkan kebebasan yang diperlukan untuk berpikir kreatif.
2)      Evaluasi: Kritik yang terlalu dini atau terlalu tajam. Gagasan kreatif harus dikritik, mkarena tidak semua gagasan sama baiknya, atau menjanjikan sehingga harus disaring melalui kritik, tetapi evaluasi menjadi kontraproduktif bila terlalu bernada menghakimi.
3)      Pengendalian berlebihan: pengelolaan secara terperinci pada setiap tahapan yang dijalani. Seperti pengawasan yang ketat, ini membuat orang merasa sesak, dan menjauhkan mereka dari gagasan asli.
4)      Tenggang waktu yang tak dapat ditawar: jadwal yang terlalu ketat sehingga menciptakan kepanikan. Walaupun ada tekanan yang mengundang motivasi, dan batas waktu serta sasaran dapat memusatkan perhatian kita, tekanan dan batas waktu dapat menghilangkan “waktu senggang” yang produktif untuk muncul-munculnya gagasan-gagasan segar.

G.    Empati Dimulai Dari Dalam Hati
Freud pernah berkata, “Manusia tidak dapat menyimpan rahasia. Jika bibir mereka diam, mereka bergosip lewat jemari mereka, kebenaran memaksakan diri keluar lewat setiap pori”. Juru runding yang gugup dan gelisah tampak dari ekspresi wajahnya yang kosong, sikap pura-pura tidak tertarik seorang pelanggan terhadap harga yang tercantum di sebuah ruang pamer mobil bertolak belakang dengan kegairahannya, ketika melihat-lihat mobil berkap terbuka yang sangat didambakannya.
Kemapuan mengindra perasaan seseorang sebelum yang bersangkutan mengatakannya merupakan inti sari empati. Tanpa kemampuan mengindra perasaan sendiri atau menjaga agar perasaan itu tidak mengombang-ambingkan kita tidak akan mungkin peka terhadap suasana hati orang lain.
Di tataran yang paling tinggi, empati adalah menghayati masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan seseorang. Kunci untuk memahami seluk-beluk emosi orang lain adalah mengakrabi seluk-beluk emosi dirii sendiri, sebagaimana dibuktikan oleh Robert Levenson di University of California di Berkeley. Seseorang yang terampil dalam berempati menunjukkan sesuatu yang secara fisiologis istimewa. Tubuh mereka otomatis bereaksi menirukan pasangannya saat berempati. Reaksi peniruan ini melibatkan fenomena biologis yang disebut entrainment, semacam kesetaraan derap emosi.
Empati merupakan keterampilan dasar untuk semua kecakapan sosial yang penting untuk bekerja. Kecakapan-kecakapan meliputi: (a) memahami orang lain: mengindra perasaan-perasaan dan perspektif orang lain, serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan mereka, (b) orientasi melayani: mengantisipasi, mengakui, dan memnuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan, (c) mengembangkan orang lain: mengindra kebutuhan orang lain untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka. (d) memanfaaatkan keragaman: menumbuhkan kesempatan-kesempatan melalui keragaman pada banyak orang, dan (e) kesadaran politik: membaca kecenderungan politik dan sosial dalam institusi.

H.    Neurologi Motivasi
Motif yang berbeda menurut dugaan melibatkan campuran bahan kimia otak yang berbeda pula, walaupun kita tidak tahu yang mana. Yang kita ketahui bahwa amigdala merupakan tempat sirkuit otak umum yang mendasari motivasai.
Motif memandu kesadaran ke arah peluang-peluang yang terus mereka cari. Amigdala menjadi bagian “gerbang saraf” yang menjadi pintu masuk terhadap yang memotivasi. Sebagai pemandu tentang hal yang penting bagi kita, Amigdala menjadi semacam pos tempat menentukan prioritas-prioritas dalam hidup.
Tiga kecakapan motivasi yang umumnya dimiliki oleh para guru/staf performer (professional) adalah: (a) dorongan berprestasi, yaitu dorongan untuk meningkatkan atau memenuhi standar keunggulan, (b) komitmen, yaitu setia kepada visi dan sasaran institusi atau kelompok, (c) inisiatif dan optimisme, yakni kedua kecakapan kembar yang menggerakkan orang untuk menangkap peluang dan membuat mereka menerima kegagalan dan rintangan sebagai awal keberhasilan.
Pertama, seorang guru dengan kecakapan dorongan untuk berprestasi selalu berusaha: (1) berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar, (2) menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil resiko yang telah diperhitungkan, (3) mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, (4) terus belajar untuk meningkatkan kinerja mereka. Kedua, seorang guru yang memiliki komitmen senantiasa: (1) siap berkorban demi pemenuhan sasaran institusi, (2) merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar, (3) menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan, (4) aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok. Ketiga, seorang dengan kecakapan berinisiatif selalu: (1) siap memanfaatkan peluang, (2) mengejar sasaran lebih daipada yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka, (3) berani melanggar batas-batas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan, (4) mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak. Terakhir, seorang guru dengan kecakapan optimisme akan selalu: (1) tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halangan dan kegagalan, (2) bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal, (3) memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan daripada sebagai kekurangan pribadi.
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka kami dapat menyimpulkan bahwasanya pengendalian diri sangat penting untuk mengendalikan dan mengatasi kekhawatiran, kecanduan dan segala jenis perilaku yang tidak pas dengan kondisi yang seharusnya. Dengan pengendalian diri, kita dapat mengembangkan kesabaran dan toleransi serta merupakan alat yang penting dalam mencapai kesuksesan dan kebahagiaan.
Pengendalian diri atau Penguasaan diri ( Self Regulation ) merupakan satu aspek penting dalam kecerdasan emosi ( Emotional Quotient ). Aspek ini penting sekali dalam kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada di luar dirinya, namun justru berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, kemana pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti oleh “Musuh” nya.
Sekalipun terkadang banyak orang berdalih bahwa lingkungannyalah yang membuat tidak bisa berkembang atau lingkungannya pula yang membuat dia stress, namun jika dicermati lebih lanjut, kemungkinan besar aspek penguasaan diri inilah yang belum berkembang secara optimal. Itulah sebabnya, Jack Paar pernah bertutur bijak tentang dirinya sendiri, “Kalau menoleh ke belakang, kehidupan saya rupanya seperti jalan panjang penuh rintangan, dengan diri saya sebagai rintangan utamanya”.
Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan aspek yang perlu dilatih sejak dini. Tidak ada aspek kemampuan untuk menguasai diri yang turun dari langit, melainkan diperoleh dari proses yang panjang dalam pengalaman hidup selama berhubungan dengan orang-orang sekitar. Bahkan dalam sebuah kata bijak tertulis, “Siapa yang menguasai diri ibarat mengalahkan sebuah kota”. Diri yang kita bawa-bawa sekarang ini dapat menguasai kita atau kita yang menguasainya, dapat menjadi sahabat atau malah menjadi lawan. Tergantung pilihan kita menjalani hidup ini.

B.     Saran
Kami menyadari bahwasanya penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan. Untuk itu, kami harapkan kepada rekan-rekan mahasiswa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Abdul Kadim Masaong, M.Pd, Drs. Arfan. A.Tilomi, M.HI, Kepemimipinan Berbasis Multiple Intelligence, Alfabeta, Geger Kalong Hilir, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar