“IBADAH HAJI HADIAH”
DOSEN PEMBIMBING: MUNAWAR, S.H.I,
M.S.I
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IX
HERMANTO
1025.2344
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MUARA
BULIAN
TAHUN
AKADEMIK 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kesempurnaan menjalankan rukun islam setiap muslim tentunya
berkeinginan untuk pergi ke baitullah dengan tujuan menjalankan ibadah haji,
dalam menjalankan ibadah haji pun tidak semata-mata dengan mudah
menjalankannya, ada banyak ketentuan yang harus dipenuhi baik sebelum
mengerjakan maupun ketika berlangsungnya ibadah haji.
Dalam memenuhi persyaratan ketika hendak menjalankan ibadah haji, biaya
menjadi permasalahan atau hambatan yang paling utama, karena sebagaimana kita ketahui bahwa untuk
pergi ke Mekkah memerlukan
biaya yang tidak sedikit mengingat jarak negeri ini dengan Saudi Arabia juga
cukup jauh, meskipun demikian di zaman yang serba mungkin ini banyak lembaga-lembaga yang mempublikasikan
kesediaanya dalam memenuhi permasalahan seseorang yang ingin menunaikan ibadah
haji tersebut, yaitu melalui undian berhadiah atau lotre.
Adanya undian tersebut ternyata menarik perhatian seorang muslim untuk
berpartisipasi, hal ini tidak lepas karna keinginannya untuk menunaikan ibadah
haji ke baitullah. Namun mengingat syarat sahnya ibadah haji supaya menjadi
haji yang mabrur, segala perlengkapan atau persyaratan harus merupakan sesuatu
yang halal. Masalah biaya pun tentunya harus merupakan hasil dari perkara yang
halal.
Banyak diantara kalangan ulama yang berbeda pendapat mengenai kehalalan
undian berhadiah atau lotre, maka kita harus hati-hati dengan hal itu, apalagi
digunakan untuk sebuah ibadah besar seperti haji yang hanya dapat dikerjakan
sekali dalam setahun.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
definisi dari lotre atau undian berhadiah dan bagaimana jika digunakan untuk
ibadah haji?
2. Bagaimana
pendapat para ulama menyikapi permasalahan undian berhadiah atau lotre?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ibadah haji
dengan dana undian berhadiah
Haji merupakan ibadah yang wajib
dikerjakan oleh setiap umat islam yang mampu melaksanakannya dan tentunya
dengan memenuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan termasuk rukun-rukun
haji, supaya hajinya diterima oleh Allah SWT. Atau biasa kita sebut haji
mabrur.
Perlu kita ketahui, bahwa nilai ibadah
haji seseorang, atau dengan kata lain tingkatan kemabruran hajinya adalah
tergantung kepada hal-hal sebagai berikut:
1) Baik tidaknya
niat melakukan ibadah haji, artinya apakah niat haji seseorang itu benar-benar
lillahita’ala atu karena riya’ atau bisa juga karena untuk tujuan politik
2) Sempurna/tidaknya
melaksanakan rukun-rukun haji dan kewajiban-kewajibanya
3) Mampu/tidaknya
meninggalkan hal-hal yang dilarang melakukanya selama melaksanakan ibadah haji
4) Banyak/sedikitnya
dalam melakukan sunah dalam ibadah haji
Selain dari kriteria secara global diatas, masih ada yang sebenarnya sangat
penting untuk diperhatikan, yaitu mampu/tidaknya dalam menjalankan ibadah haji.
Istilah mampu (istitho’ah) disini mempunyai arti yang amat luas, tetapi
kebanyakan ulama’ menafsirkan istitho’ah
dengan “mempunyai bekal haji dan biaya transportasi PP disamping nafkah untuk
kepentingan keluarga yang ditinggal”. Akan tetapi bahwa sahnya haji ibadah haji
seseorang tidak tergantung orang yang bersangkutan harus melakukannya sendiri,
melainkan bisa dilakukan oleh anaknya, saudaranya atau orang lain, sebagimana
dalam hadis riwayat Abu Daud berikut:
لبّيْك عن شبرمة قال: ومن شبرمة ؟ قال :
اخٌ لى او قريب لى. فقال: أحججت عن نفسك ؟ قال: لا، قال: فحجّ عن نفسك
ثمّ حجّ عن شبرمة.
Artinya: ”Nabi mendengar
seorang lelaki berkata,”saya datang memenuhi panggilanmu dari syubrumah”.
Nabi bertanya, “ siapakah Syubrumah itu?” Jawabnya, “ Ia adalah saudara
lelakiku atau keluarga dekatku.” Kemudian nabi bertanya,” apakah engkau sendiri
sudah melakukan haji?” Jawabnya,” belum.” Nabi bersabda,” lakukan haji dahulu
untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah!”
Dari hadist di atas pun juga
menunjukkan bahwa biaya haji pun tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri,
melainkan bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah
lembaga pemerintah atau suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang
menentukan syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan
rukun haji.
Namun demikian uang yang dipakai untuk
keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh
Allah sebagai haji yang mabrur, sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW:
إنّ الله طيّب لا يقبل الا طيّب
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima
kecuali yang baik.”
(HR. Bukhori Muslim)
اذا خرج الحاجّ
حاج بنفقة طيّبة ووضع له رجله فى الغرز, فنادى لبّيْك الله اللهم لبّيْك ناداه
مناد من السماء لبّيْك وسعديك زادك حلال وراحلتك حلال وحجّك مبرور غير
مأزور. وإذا خرج بالنّفقة الخبيثة فوضع رجله فى الغرز. فنادى لبّيك ناداه مناد من
السماء لا لبّيك ولا سعديك زادك حرام و نفقتكك حرام و حّجك مأزور غير معجور.
Artinya:
“Apabila orang
haji dengan nafkah yang baik (halal) dan ia telah ia telah meletakan kakinya pada
sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia memangil-manggil Tuhan dengan
ucapan, “Labbika Allahumma Labbaik”, maka dijawablah panggilan itu dari langit
“ Labbaik wa sa’daik” (berbahagialah Allah telah menerima hajimu). Bekalmu
halal, kendaraanmu halal, dan hajimu diterima tanpa dikotori dengan dosa.
Tetapi apabila orang pergi haji dengan harta yang kotor (haram), lalu ia
meletakkan kakinya pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia
memanggil-manggil, “ Labbaik...”, maka disambutlah panggilan itu dengan,” La
Labbaika wa la sa’daik”(Allah tidak menerima hajimu), bekalmu haram, nafkahmu
haram, dan hajimu dikotori dosa dan tidak diberi pahala”.(HR. Thabrani)
Kemudian mengenai biaya haji, kaitanya
dengan pembahasaan materi ini, bagaimana hukum haji dengan menggunakan biaya
hasil undian berhadiah atau lotre, yang mana juga terdapat perbedaan pendapat
dikalangan ulama mengenai hukum undian. Untuk itu mari kita tinjau dulu
bagaimana hukum undian dalam islam.
B.
Hukum Haji Hadiah
Hukum apabila Haji seseorang
dimana keberangkatan Haji nya dari pemberian hadiah, artinya tidak dengan uang sendiri. Apabila pemberian
(hadiah) tersebut dari orang tuanya wajib menerima pemberian itu dan menunaikan
ibadah haji. Yang jadi
masalah adalah seseorang diberi uang oleh orang lain agar ia menunaikan ibadah
haji wajib, apakah ia wajib menerima uang pemberian itu dan
menunaikan haji wajib dengannya, maka tidak wajib. Ia boleh menolaknya karena khawatir
diungkit-ungkit kembali. Sebab haji belum wajib atasnya karena belum mempunyai
kemampuan. Tetapi jika
yang memberi uang itu adalah ayahnya atau saudara kandungnya, maka kami
katakan : Silahkan terima pemberian itu dan laksanakanlah
ibadah haji dengannya, karena
ayahmu dan saudara kandungmu tidak akan mengungkit-ngungkit kembali
pemberian itu.
Seandainya orang itu tidak meninggalkan harta peninggalan
maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk menunaikan haji baginya. Apabila ahli
warisnya itu sendiri yang menunaikan haji baginya atau mengutus orang berhaji
bagi orang yang meninggal itu maka telah gugurlah kewajiban haji bagi orang
yang meninggal itu walaupun yang berhaji itu adalah orang asing maka tetap
dibolehkan walaupun orang itu menunaikan tanpa seizing ahli warisnya
sebagaimana dibolehkannya menunaikan utangnya tanpa seizin ahli warisnya. (Al
Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 5859).
Adapun seorang yang melakukan haji bagi orang lain maka
ia haruslah orang yang terlebih dahulu sudah menunaikan ibadah haji untuk
dirinya sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dari
Ibnu Abbas bahwa Nabi saw pernah mendengar seorang laki-laki yang
mengatakan,”Labbaik bagi Syubrumah.” Nabi saw bertanya,’Siap Syubrumah?” orang
itu mengatakan,”Saudara laki-lakiku atau kerabatku.” Nabi saw bertanya,”Apakah
engkau telah berhaji untuk dirimu?” orang itu menjawab,”Belum.” Beliau saw
bersabda,”Berhajilah untuk dirimu lalu berhajilah bagi Syubrumah.”
C.
Dana Undian
Dari penjelasan diatas maka dapat kita ambil kesimpulan
bagaimanakah hukum haji dengan dana undian. Undian bisa dibagi menjadi tiga
bagian :
a)
Undian tanpa syarat.
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan
semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon
undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian
setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh
pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena
asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam
bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar,
penipuan dan selainnya.
b)
Undian dengan syarat membeli barang.
Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang
membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai
hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang
tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan
mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : Sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah
yang menarik seperti mobil, HP, Tiket, biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi
siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian.
Kemudian kupon/kartu undian itu dimasukkan pada kotak-kotak yang telah
disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : Undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan :
·
Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian
berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia
telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia
untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam
syari’at Islam.
·
Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga
produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya.
Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
Ø Hukumnya harus
dirinci.
Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong
kedalam Maisir/Qimar yang diharamkan dalam syari’at karena pembelian barang
tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang
ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan ; mungkin ia beruntung dan
mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar. Adapun kalau dasar
maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan
kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat
adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupun Qimar dalam bentuk ini.
Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih bin ‘Abdul
‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti dan Haiah Fatwa di Bank
Dubai Al-Islamy.
Ø Hukumnya adalah
haram secara mutlak.
Ini adalah pandapat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Al-Lajnah Ad-Da`imah.
Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur
maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian
adalah perkara yang sulit.
c)
Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya : Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar
biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti
undian tersebut dengan mengeluarkan biaya.
Contohnya : Mengirim kupon/kartu undian ke tempat pengundian
dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan
biaya sesuai dengan harga perangkonya.
Contoh lain : Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan
telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah
ditentukan.
Contoh lain : Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa
dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk
mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga
biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk
suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk
Qimar/Maisi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam pembiayaan ibadah haji tidak
harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan oleh
anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau swasta
dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya haji
ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji. Namun demikian uang yang
dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat
diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur.
Bagaimana hukum haji dengan menggunakan
biaya hasil undian berhadiah atau lotre. Dan undian terdapat 3 jenis undian.
Apabila undian tanpa syarat maka hukumnya boleh, karena asal dalam suatu
mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini
hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
Dan undian yang bersyarat harus membeli
barang, terdapat 2 bentuk, yakni yang pertama jikalau harga produk bertambah
dengan terselenggaranya undian tersebut maka hukumnya haram, karena ia telah
mengeluarkan biaya untuk masuk ke dalam suatu mu’amalat. Dan jikalau undian tersebut
tidak mempengaruhi harga product, terdapat 2 pendapat mengenai hal tersebut.
Dan pendapat yang pertama yang paling kuat.
Sedangkan undian yang mana peserta
harus mengeluarkan biaya, maka hukumnya Haram dan tidak boleh. Karena
mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung
tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir. Wallahu a’lam bishowab.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Msjfuk. 1997. Masail Fqhiyah. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung
Sudrajat, Ajat. 2008. Fikih Aktual. Yogyakarta:
Stain Press Ponorogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar