Senin, 07 Januari 2013

“IBADAH HAJI HADIAH”


MASAILUL FIQIYAH AL HADISAH 




“IBADAH HAJI HADIAH”
DOSEN PEMBIMBING: MUNAWAR, S.H.I, M.S.I
LOGO STAI BRU
 










DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IX
      HERMANTO
      1025.2344




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MUARA BULIAN
TAHUN AKADEMIK 2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kesempurnaan menjalankan rukun islam setiap muslim tentunya berkeinginan untuk pergi ke baitullah dengan tujuan menjalankan ibadah haji, dalam menjalankan ibadah haji pun tidak semata-mata dengan mudah menjalankannya, ada banyak ketentuan yang harus dipenuhi baik sebelum mengerjakan maupun ketika berlangsungnya ibadah haji.
Dalam memenuhi persyaratan ketika hendak menjalankan ibadah haji, biaya menjadi permasalahan atau hambatan yang paling utama, karena sebagaimana kita ketahui bahwa untuk pergi ke Mekkah memerlukan biaya yang tidak sedikit mengingat jarak negeri ini dengan Saudi Arabia juga cukup jauh, meskipun demikian di zaman yang serba mungkin ini banyak lembaga-lembaga yang mempublikasikan kesediaanya dalam memenuhi permasalahan seseorang yang ingin menunaikan ibadah haji tersebut, yaitu melalui undian berhadiah atau lotre.
Adanya undian tersebut ternyata menarik perhatian seorang muslim untuk berpartisipasi, hal ini tidak lepas karna keinginannya untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah. Namun mengingat syarat sahnya ibadah haji supaya menjadi haji yang mabrur, segala perlengkapan atau persyaratan harus merupakan sesuatu yang halal. Masalah biaya pun tentunya harus merupakan hasil dari perkara yang halal.
Banyak diantara kalangan ulama yang berbeda pendapat mengenai kehalalan undian berhadiah atau lotre, maka kita harus hati-hati dengan hal itu, apalagi digunakan untuk sebuah ibadah besar seperti haji yang hanya dapat dikerjakan sekali dalam setahun.
       
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana  definisi dari lotre atau undian berhadiah dan bagaimana jika digunakan untuk ibadah haji?
2.      Bagaimana pendapat para ulama menyikapi permasalahan undian berhadiah atau lotre?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ibadah haji dengan dana undian berhadiah
Haji merupakan ibadah yang wajib dikerjakan oleh setiap umat islam yang mampu melaksanakannya dan tentunya dengan memenuhi segala persyaratan yang telah ditetapkan termasuk rukun-rukun haji, supaya hajinya diterima oleh Allah SWT. Atau biasa kita sebut haji mabrur.
Perlu kita ketahui, bahwa nilai ibadah haji seseorang, atau dengan kata lain tingkatan kemabruran hajinya adalah tergantung kepada hal-hal sebagai berikut:
1)      Baik tidaknya niat melakukan ibadah haji, artinya apakah niat haji seseorang itu benar-benar lillahita’ala atu karena riya’ atau bisa juga karena untuk tujuan politik
2)      Sempurna/tidaknya melaksanakan rukun-rukun haji dan kewajiban-kewajibanya
3)      Mampu/tidaknya meninggalkan hal-hal yang dilarang melakukanya selama melaksanakan ibadah haji
4)      Banyak/sedikitnya dalam melakukan sunah dalam ibadah haji

Selain dari kriteria secara global diatas, masih ada yang sebenarnya sangat penting untuk diperhatikan, yaitu mampu/tidaknya dalam menjalankan ibadah haji. Istilah mampu (istitho’ah) disini mempunyai arti yang amat luas, tetapi kebanyakan ulama’ menafsirkan  istitho’ah  dengan “mempunyai bekal haji dan biaya transportasi PP disamping nafkah untuk kepentingan keluarga yang ditinggal”. Akan tetapi bahwa sahnya haji ibadah haji seseorang tidak tergantung orang yang bersangkutan harus melakukannya sendiri, melainkan bisa dilakukan oleh anaknya, saudaranya atau orang lain, sebagimana dalam hadis riwayat Abu Daud berikut:

لبّيْك عن شبرمة قال: ومن شبرمة ؟ قال : اخٌ لى  او قريب لى. فقال:  أحججت عن نفسك ؟ قال: لا، قال: فحجّ عن نفسك ثمّ حجّ عن شبرمة.
     
Artinya: ”Nabi mendengar seorang lelaki berkata,”saya datang memenuhi panggilanmu  dari syubrumah”. Nabi bertanya, “ siapakah Syubrumah itu?” Jawabnya, “ Ia adalah saudara lelakiku atau keluarga dekatku.” Kemudian nabi bertanya,” apakah engkau sendiri sudah melakukan haji?” Jawabnya,” belum.” Nabi bersabda,” lakukan haji dahulu untuk dirimu, kemudian hajikanlah Syubrumah!”

Dari hadist di atas pun juga menunjukkan bahwa biaya haji pun tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau suwasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji.
Namun demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur, sebagaimana dalam hadist Rosulullah SAW:
إنّ الله طيّب لا يقبل الا طيّب

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik.
(HR. Bukhori Muslim)

اذا خرج الحاجّ حاج بنفقة طيّبة ووضع له رجله فى الغرز, فنادى لبّيْك الله اللهم لبّيْك ناداه مناد من السماء لبّيْك  وسعديك زادك  حلال وراحلتك حلال وحجّك مبرور غير مأزور. وإذا خرج بالنّفقة الخبيثة فوضع رجله فى الغرز. فنادى لبّيك ناداه مناد من السماء لا لبّيك ولا سعديك زادك حرام و نفقتكك حرام و حّجك مأزور غير معجور.

Artinya:
Apabila orang haji dengan nafkah yang baik (halal) dan ia telah ia telah meletakan kakinya pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia memangil-manggil Tuhan dengan ucapan, “Labbika Allahumma Labbaik”, maka dijawablah panggilan itu dari langit “ Labbaik wa sa’daik” (berbahagialah Allah telah menerima hajimu). Bekalmu halal, kendaraanmu halal, dan hajimu diterima tanpa dikotori dengan dosa. Tetapi apabila orang pergi haji dengan harta yang kotor (haram), lalu ia meletakkan kakinya pada sandaran kaki pada kendaraannya, kemudian ia memanggil-manggil, “ Labbaik...”, maka disambutlah panggilan itu dengan,” La Labbaika wa la sa’daik”(Allah tidak menerima hajimu), bekalmu haram, nafkahmu haram, dan hajimu dikotori dosa dan tidak diberi pahala.(HR. Thabrani)
Kemudian mengenai biaya haji, kaitanya dengan pembahasaan materi ini, bagaimana hukum haji dengan menggunakan biaya hasil undian berhadiah atau lotre, yang mana juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai hukum undian. Untuk itu mari kita tinjau dulu bagaimana hukum undian dalam islam.


B.     Hukum Haji Hadiah
Hukum apabila Haji seseorang dimana keberangkatan Haji nya dari pemberian hadiah, artinya tidak dengan uang sendiri. Apabila pemberian (hadiah) tersebut dari orang tuanya wajib menerima pemberian itu dan menunaikan ibadah haji. Yang jadi masalah adalah seseorang diberi uang oleh orang lain agar ia menunaikan ibadah haji wajib, apakah ia wajib menerima uang pemberian itu dan menunaikan haji wajib dengannya, maka tidak wajib. Ia boleh menolaknya karena khawatir diungkit-ungkit kembali. Sebab haji belum wajib atasnya karena belum mempunyai kemampuan. Tetapi jika yang memberi uang itu adalah ayahnya atau saudara kandungnya, maka kami katakan : Silahkan terima pemberian itu dan laksanakanlah ibadah haji dengannya, karena ayahmu dan saudara kandungmu tidak akan mengungkit-ngungkit kembali pemberian itu.
Seandainya orang itu tidak meninggalkan harta peninggalan maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk menunaikan haji baginya. Apabila ahli warisnya itu sendiri yang menunaikan haji baginya atau mengutus orang berhaji bagi orang yang meninggal itu maka telah gugurlah kewajiban haji bagi orang yang meninggal itu walaupun yang berhaji itu adalah orang asing maka tetap dibolehkan walaupun orang itu menunaikan tanpa seizing ahli warisnya sebagaimana dibolehkannya menunaikan utangnya tanpa seizin ahli warisnya. (Al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 5859).
Adapun seorang yang melakukan haji bagi orang lain maka ia haruslah orang yang terlebih dahulu sudah menunaikan ibadah haji untuk dirinya sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw pernah mendengar seorang laki-laki yang mengatakan,”Labbaik bagi Syubrumah.” Nabi saw bertanya,’Siap Syubrumah?” orang itu mengatakan,”Saudara laki-lakiku atau kerabatku.” Nabi saw bertanya,”Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu?” orang itu menjawab,”Belum.” Beliau saw bersabda,”Berhajilah untuk dirimu lalu berhajilah bagi Syubrumah.”






C.    Dana Undian
Dari penjelasan diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bagaimanakah hukum haji dengan dana undian. Undian bisa dibagi menjadi tiga bagian :
a)      Undian tanpa syarat.
Bentuk dan contohnya : Di pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pameran dan semisalnya sebagai langkah untuk menarik pengunjung, kadang dibagikan kupon undian untuk setiap pengunjung tanpa harus membeli suatu barang. Kemudian setelah itu dilakukan penarikan undian yang dapat disaksikan oleh seluruh pengunjung.
Hukumnya : Bentuk undian yang seperti ini adalah boleh. Karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
b)     Undian dengan syarat membeli barang.
Bentuknya : Undian yang tidak bisa diikuti kecuali oleh orang membeli barang yang telah ditentukan oleh penyelenggara undian tersebut.
Contohnya : Pada sebagian supermarket telah diletakkan berbagai hadiah seperti kulkas, radio dan lain-lainnya. Siapa yang membeli barang tertentu atau telah mencapai jumlah tertentu dalam pembelian maka ia akan mendapatkan kupon untuk ikut undian.
Contoh lain : Sebagian perusahaan telah menyiapkan hadiah-hadiah yang menarik seperti mobil, HP, Tiket, biaya Ibadah Haji dan selainnya bagi siapa yang membeli darinya suatu produk yang terdapat kupon/kartu undian. Kemudian kupon/kartu undian itu dimasukkan pada kotak-kotak yang telah disiapkan oleh perusahaan tersebut di berbagai cabang atau relasinya.
Hukumnya : Undian jenis ini tidak lepas dari dua keadaan :
·         Harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian berhadiah tersebut.
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena ada tambahan harga berarti ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk kedalam suatu mu’amalat yang mungkin ia untung dan mungkin ia rugi. Dan ini adalah maisir yang diharamkan dalam syari’at Islam.
·         Undian berhadiah tersebut tidak mempengaruhi harga produk. Perusahaan mengadakan undian hanya sekedar melariskan produknya.




Hukumnya : Ada dua pendapat dalam masalah ini :
Ø  Hukumnya harus dirinci.
Kalau ia membeli barang dengan maksud untuk ikut undian maka ia tergolong kedalam Maisir/Qimar yang diharamkan dalam syari’at karena pembelian barang tersebut adalah sengaja mengeluarkan biaya untuk bisa ikut dalam undian. Sedang ikut dalam undian tersebut ada dua kemungkinan ; mungkin ia beruntung dan mungkin ia rugi. Maka inilah yang disebut Maisir/Qimar. Adapun kalau dasar maksudnya adalah butuh kepada barang/produk tersebut setelah itu ia mendapatkan kupon untuk ikut undian maka ini tidak terlarang karena asal dalam mu’amalat adalah boleh dan halal dan tidak bentuk Maisir maupun Qimar dalam bentuk ini. Rincian ini adalah pendapat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy-Syaikh, Lajnah Baitut Tamwil Al-Kuwaiti dan Haiah Fatwa di Bank Dubai Al-Islamy.
Ø  Hukumnya adalah haram secara mutlak.
Ini adalah pandapat Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz dan Al-Lajnah Ad-Da`imah. Alasannya karena hal tersebut tidak lepas dari bentuk Qimar/Maisir dan mengukur maksud pembeli, apakah ia memaksudkan barang atau sekedar ingin ikut undian adalah perkara yang sulit.
c)      Undian dengan mengeluarkan biaya.
Bentuknya : Undian yang bisa diikut setiap orang yang membayar biaya untuk ikut undian tersebut atau mengeluarkan biaya untuk bisa mengikuti undian tersebut dengan mengeluarkan biaya.
Contohnya : Mengirim kupon/kartu undian ke tempat pengundian dengan menggunakan perangko pos. Tentunya mengirim dengan perangko mengeluarkan biaya sesuai dengan harga perangkonya.
Contoh lain : Ikut undian dengan mengirim SMS kelayanan telekomunikasi tertentu baik dengan harga wajar maupun dengan harga yang telah ditentukan.
Contoh lain : Pada sebagian tutup minuman tertera nomor yang bisa dikirim ke layanan tertentu dengan menggunakan SMS kemudian diundi untuk mendapatkan hadiah yang telah ditentukan. Apakah biaya SMS-nya dengan harga biasa maupun tertentu (dikenal dengan pulsa premium).
Hukumnya : Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisi.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam pembiayaan ibadah haji tidak harus dikeluarkan dari hartanya sendiri, melainkan bisa dibayarkan oleh anaknya, ataupun orang lain atau dari sebuah lembaga pemerintah atau swasta dengan tugas atau tanpa tugas. Sebab yang menentukan syah atau tidaknya haji ialah terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun haji. Namun demikian uang yang dipakai untuk keperluan haji harus dari harta yang halal agar hajinya dapat diterima oleh Allah sebagai haji yang mabrur.
Bagaimana hukum haji dengan menggunakan biaya hasil undian berhadiah atau lotre. Dan undian terdapat 3 jenis undian. Apabila undian tanpa syarat maka hukumnya boleh, karena asal dalam suatu mu’amalah adalah boleh dan halal. Juga tidak terlihat dalam bentuk undian ini hal-hal yang terlarang berupa kezholiman, riba, gharar, penipuan dan selainnya.
Dan undian yang bersyarat harus membeli barang, terdapat 2 bentuk, yakni yang pertama jikalau harga produk bertambah dengan terselenggaranya undian tersebut maka hukumnya haram, karena ia telah mengeluarkan biaya untuk masuk ke dalam suatu mu’amalat. Dan jikalau undian tersebut tidak mempengaruhi harga product, terdapat 2 pendapat mengenai hal tersebut. Dan pendapat yang pertama yang paling kuat.
Sedangkan undian yang mana peserta harus mengeluarkan biaya, maka hukumnya Haram dan tidak boleh. Karena mengeluarkan biaya untuk suatu yang mu’amalat yang belum jelas beruntung tidaknya, maka itu termasuk Qimar/Maisir. Wallahu a’lam bishowab.










DAFTAR PUSTAKA

Zuhdi, Msjfuk. 1997. Masail Fqhiyah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung
Sudrajat, Ajat. 2008. Fikih Aktual. Yogyakarta: Stain Press Ponorogo



Tidak ada komentar:

Posting Komentar