Rabu, 26 Desember 2012

Pendidikan Seks

SOSIOLOGI PENDIDIKAN





“PENDIDIKAN SEKS”
DOSEN PEMBIMBING: MADYAN, S.Pd.I, M.Pd.I
LOGO STAI BRU






DISUSUN OLEH:
Ø HERMANTO
Ø PUJI RAHAYU

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
BATANGHARI
TAHUN AKADEMIK 2011/2012


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu merubah peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk membuat makalah yang kami beri judul "Pendidikan Seks" Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.




Penulis








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1
MASALAH............................................................................................................... 1
TUJUAN................................................................................................................... 2
MANFAAT............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Pendidikan Seks...................................................................................... 3
Bahaya Seks Bebas.................................................................................................... 5
Menghindari Seks Bebas........................................................................................... 6
Faktor Penyebab Seks Bebas..................................................................................... 7
Bagaimana Islam memandang Pergaulan Bebas........................................................ 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................ 10
Saran.......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan.Perilaku seks bebas yang terjadi pada remaja dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua terhadap anak yang disebabkan karena kesibukan masing-masing sehingga anak tidak memperoleh pengetahuan tentang seks bebas dari orang tua dan oleh sebab itulah kadang kala anak terjerumus pada pergaulan yang salah. Perilaku seks bebas juga dapat terjadi jika remaja kurang mempunyai pemikiran yang matang untuk berbuat sesuatu di tambah lagi karena dorongan dari teman sebaya. Kadang teman mempunyai pengaruh yang buruk dan memaksa mencoba sesuatu yang baru sehingga mereka mencoba melakukan hubungan seks dengan lawan jenis tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi.
  1. MASALAH
Masalah-masalah yang di hadapi antara lain adalah:
  • Pertama perubahan jasmani yang begitu cepat mengakibatkan kegoncangan bagi remaja, karena pertumbuhan menyebabkan remaja itu mulai menyukai lawan jenis.
  • Kedua, masalah hubungan dengan orang banyak, banyak orang tua yang mengekang anak-anaknya untuk berbuat dan melakukan sesuatu sehingga dalam hal ini remaja mengalami konflik dengan orang tua.
Kenakalan remaja disebabkan oleh 2 faktor pertama,
a)      Faktor intern yang berasal dari diri pribadi dan atas kemauan remaja sendiri untuk berbuat sesuatu yang mereka inginkan dan tanpa paksaan dari orang lain.
b)      Faktor ekstern yang bisa timbul karena pengaruh lingkungan dan pergaulan yang salah.
Contoh bentuk-bentuk kenakalan remaja antara lain adalah seks bebas, penyalahgunaan narkotik, pelacuran dan tawuran.
  1. TUJUAN
Tujuan pendidikan seks yaitu sebagai berikut:
  • Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.
  • Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggungjawab)
  • Membentuk sikap dan memberikan pengertian  terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi
  • Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga.
  • Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan berhubungan dengan perilaku seksual.
  • Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya.
  • Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional dan eksplorasi seks yang berlebihan.
  • Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orangtua, anggota masyarakat.
  1. MANFAAT
Manfaat pendidikan seks ini adalah:
  • Mendapat pandangan positif tentang pendidikan seks.
  • Mengetahui akibat dan bahaya tentang pergaulan bebas atau seks bebas.
  • Dapat mengetahui tindakan yang menyimpang dan dapat menghidarinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan berasal dari kata “didik”. Bila kata ini mendapat awalan “me” akan menjadi “Mendidik”, artinya memelihara dan member pelatihan. Dalam memelihara dan member pelatihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan lebih dari sekadar pengajaran, karena pengajaran hanyalah aktivitas proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan karakter dengan segala aspek yang dicakupnya. Melalui pendidikan diharapkan manusia benar-benar menemukan “jati dirinya” sebagai manusia.
Secara umum pendidikan dimaknai sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.
Adapun pengertian pendidikan seks merupakan usaha sadar untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang betul-betul matang (well adjusted) dapat menggunakan seksualitasnya dengan bertanggungjawab, sehingga membawa kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan lingkungan/masyarakatnya.
Pada International Conference of Sex Education and Family Planning tahun 1962 dicapai kesepakatan , bahwa “tujuan dari pendidikan seks untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya, secara bertanggungjawab terhadap dirinya dan terhadap orang-orang lain” (sinonim dengan perkawinan monogami yang bahagia dan sejahtera). Dalam suasana demikian dapat membina keluarga yang utuh serta penuh kasih yang saling harga-menghargai sehingga dapat mendapat anak-anak yang sehat dan bahagia pula.
Dalam pendidikan seks dapat dibedakan antara sex-instruction dan education in sexuality. Sex-instruction ialah penerangan mengenai anatomi dan biologi dari reproduksi, termasuk pembinaan keluarga dan metode-metode kontrasepsi. Sedangkan education in sexuality meliputi bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi dan pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memahami dirinya sendiri sebagai individu, serta untuk dapat mengadakan hubungan interpersonal yang baik. Maka pada dasarnya pendidikan seks meliputi bidang-bidang:
1.      Biologi dan fisiologi, yaitu mengenai fungsi reproduksi.
2.      Etika, yaitu yang menyangkut kebahagiaan orang itu sendiri.
3.      Moral, mengenai hubungan dengan orang-orang lain, seperti partnernya dan dengan anak-anaknya.
4.      Sosiologi, mengenai pembentukan keluarga.
Sex instruction tanpa education in sexuality dapat menyebabkan promiscuita (perkawinan semuanya, seperti ayam) serta hubungan-hubungan seks yang tidak bertanggungjawab.
Dari eksperimen yang dilakukan di Rusia dan Swedia, ternyata tidaklah mudah untuk mengajarkan di sekolah-sekolah, terutama tentang tanggungjawab dari kegiatan seksual (sexual activity) terhadap masyarakat, bila tanpa adanya latar belakang keluarga yang bahagia. Bukti-bukti menunjukan, bahwa anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga bahagia, dikemudiaan hari dapat membentuk perkawinan dan keluarga yang bahagia pula.
Pendidikan Seks terdiri dari dua segi:
a)      Pengetahuan secara biologis yang termasuk dalam pengetahuan alat-alat reproduksi perempuan dan laki-laki, proses reproduksi yaitu kehamilan dan kelahiran, serta pengetahuan dan pemahaman cara penularan PMS dan HIV/AIDS.
b)      Pengetahuan dengan pendekatan sosial/psikologis yang membahas soal seks, perkembangan diri, soal kontrasepsi, mengenal perilaku seksual beresiko dan hak-hak manusia untuk keselamatan kita serta keputusan untuk melakukan hubungan seks. Menurut World Health Organisation (Organisasi Kesehatan Dunia), Pendidikan Seks seharusnya tidak terbatas sampai pengetahuan biologis, tetapi berperan untuk melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat lewat pendidikan.
Pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga.  Oleh karena itu Pendidikan Seks sering didampingi ajaran agama, iman dan norma-norma yang ditentukan masyarakat. Materi yang masuk kurikulum atau diajar di sekolah tentu saja dipengaruhi oleh norma-norma masyarakat, dan mencerminkan apa yang masyarakat inginkan untuk mengajar anak-anaknya. Kebanyakan penduduk Indonesia beragama Islam, lalu Kristen, Katolik, dan Hindu-Buda dan norma-norma yang sesuai dengan agama tersebut memang berada di sistem sekolah, di ajaran maupun sikap-sikapnya.
Saat ini, kekurangan informasi yang benar tentang masalah seks akan memperkuatkan kemungkinan remaja percaya salah paham yang diambil dari media massa dan teman sebaya. Akibatnya, kaum remaja masuk ke kaum beresiko melakukan perilaku berbahaya untuk kesehatannya.
Ternyata di satu pihak, ruang sekolah merupakan satu segi masyarakat yang mampu bertindak memberikan Pendidikan Seks kepada kaum remaja Indonesia dan ruang sekolah merupakan suatu lingkungan yang memperkenalkan kaum remaja kepada masalah dan ‘bahayanya’ seks, dengan begitu ruang sekolah mampu melindungi kaum remaja dari resiko ini dengan informasi. Fakta-fakta ini memperkuatkan kebutuhan remaja untuk menerima Pendidikan Seks yang mengajar informasi yang benar tentang seks.
B.     Bahaya Seks Bebas
Kenakalan remaja dapat disebabkan oleh pengaruh teknologi yang semakin modern dan bisa juga disebabkan oleh berbagai faktor yaitu faktor intern yang berasal dari dalam diri sendiri dan faktor ekstern yang bisa berasal dari pengaruh lingkungan. Bahaya-bahaya seks bebas dikalangan remaja antara lain adalah:
1)      Beberapa penyakit yang siap mendatangi seperti, herpes, HIV Aids, Raja singa, dan penyakit lainnya. Penyakit ini tentu sudah diketahui sangat membahayakan dan sampai sekarang masih belum ada obatnya.
2)      Hamil di luar pernikahan akan menimbulkan permasalahan baru, apabila anda masih kuliah atau sekolah tentu saja orang tua anda akan sangat kesal kepada anda. Dan anda pun takut untuk jujur kepada orang tua anda dan pasangan anda, akhirnya anda memutuskan untuk melakukan dosa baru yaitu aborsi ataupun bunuh diri.
3)      Apabila anda menikah di usia muda, permasalahan yang belum siap anda hadapi akan datang, seperti masalah keuangan, masalah kebiasaan, masalah anak.
4)      Nama baik keluarga akan tercoreng oleh sikap anda. Keluarga anda akan menghadapi masalah yang anda buat apabila anda mendapatkan efek buruk dari seks bebas ini.
5)      Apabila anda hamil dan pasangan anda tidak mau bertanggung jawab, apa yang akan anda lakukan?. Akan banyak pikiran buruk yang akan mengganggu anda. Seperti ingin bunuh diri, berpikir tidak rasional yang mengakibatkan gangguan mental atau gila.
C.    Menghindari Seks Bebas
Anak yang kurang diperhatikan orang tua maka tidak menutup kemungkinan si anak akan mencari kesenangan di luar rumah sesuai dengan keinginan mereka sendiri dan di tambah lagi dengan adanya pengaruh dari teman sebaya yang biasa melakukan seks bebas maka tidak menutup kemungkinan anak mengikuti gaya hidup teman tersebut jika tidak mau disebut gak gaul. Ada beberapa solusi untuk menghindari seks bebas, di antaranya:
a)      Pertama, membuat regulasi yang dapat melindungi anak-anak remaja dari tontonan yang tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman yang memihak kepada pembinaan moral bangsa. Oleh karena itu Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) harus segera disahkan.
b)      Kedua, orangtua sebagai penanggung jawab utama terhadap kemuliaan perilaku anak, harus menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi rumah tangga harus dibenahi sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
c)      Ketiga, kembali kepada orang tua harus mengembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai lima kualitas; openness, empathy, supportiveness, positivenes, dan equality.
d)     Keempat, orang tua harus menunjukkan penghargaan secara terbuka dan hindari kritik. Jika terpaksa, kritik itu harus disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi yang masuk akal.
e)      Kelima, orang tua haruslah melatih anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua harus membiasakan diri bernegosiasi dengan anak-anaknya tentang perilaku dari kedua belah pihak.
f)       Keenam, ketahuilah bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan dengan pengembangan harga diri, semuanya mempunyai kaitan erat dengan pengembangan intelektual. Proses belajar biasa efektif dalam lingkungan yang mengembangkan harga diri. Intinya, hanya apabila harga diri anak-anak dihargai, potensi intelektual dan kemandirian mereka dapat dikembangkan.
Keteladanan orangtua juga merupakan faktor penting dalam menyelamatkan moral anak. Orangtua yang gagal memberikan teladan yang baik kepada anaknya, umumnya akan menjumpai anaknya dalam kemerosotan moral dalam berperilaku.
Seks bebas yang terjadi di kalangan remaja sudah sangat meresahkan kita semua. Prilaku seks bebas itu dapat dicegah melalui keluarga,sehendaknya orang tua lebih memperhatikan anak-anaknya apalagi anak yang baru beranjak dewasa dan memberi pengertian pada anak tentang apa itu seks dan akibatnya jika seks itu dilakukan. Seks bebas itu juga dapat dicegah melalui keinginan diri sendiri, remaja harus lebih memikirkan akibat sebelum berbuat paling tidak remaja lebih meningkatkan lagi iman dan lebih meningkatkan keimanan pada tuhan. Pemerintah juga sangat berperan dalam usaha penanggulangan seks bebas dikalangan remaja seperti mengadakan penyuluhan di sekolah dan membuat UU khusus bagi anak-anak yang melakukan pelanggaran akan berpikir lagi sebelun berbuat pelanggaran.
D.    Faktor Penyebab Seks Bebas
Kenakalan remaja belakangan ini sering kita lihat di kota-kota sangat memprihatinkan sekali, semuanya ini bukan hanya disebabkan oleh faktor remaja itu sendiri tetapi ada lagi faktor lain yang mendasarinya. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang melakukan sex bebas yaitu:
1)      Orang tua,
Kurangnya bimbingan dan pengawasan orang tua sudah pasti akan membuat anak menjadi liar, orang tua yang terlalu percaya kepada anak tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya merupakan tindakan yang salah yang berakibat fatal bagi si anak sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin sebenarnya orang tua sendiri yang menjerumuskan anaknya, sebagai contoh misalnya, orang tua merasa malu kalau anaknya yang sudah SMA ataupun sudah remaja belum punya pacar, pasti akan ditanya, akhirnya si anak cari pacar, awalnya mungkin biasa saja, ke tokok buku, atau sesekali ke cafe. Lalu pelan-pelan naik pangkat pegang tangan, lalu naik pangkat lagi, dan meningkat ke lainnya. Orang tua yang terlalu otoriter juga tidak baik bagi perkembangan psikologi anak, ketika ia mendapatkan sekali kebebasan ia lupa segalanya.
2)      Lingkungan/teman
Sekuat apapun kita mempertahankan diri kalau lingkungan dan orang-orang terdekat kita tidak mendukung kita, bukan tidak mungkin kita yang akhirnya terikut dengan mereka. Contohnya seorang pecandu narkoba awalnya cuma ikut-ikutan dengan teman-temannya dan sekedar iseng, begitu juga dengan sex bebas.
3)      Uang
Di zaman sekarang ini uang adalah segala-galanya, tolok ukur seseorang ada pada uang, kehormatan, harga diri semua diukur dengan uang. Makanya orang-orang yang kebutuhannya tidak terpenuhi mencari penghasilan tambahan dengan cara seperti itu, dengan iming-iming uang semua menjadi tidak berarti. Apa yang harampun dihalalkan.
4)      Iman yang lemah
Seseorang yang tidak punya iman dihatinya sudah pasti dia tidak tahan dengan godaan duniawi yang memang berat, sekecil apapun godaan itu apalagi godaan berat.
5)      Ketagihan
Sex sama seperti orang makan, kebutuhan mutlak setiap orang. Tetapi kalau dia tidak dikelola dengan benar akibatnya bisa gawat. Sekali saja mencoba pasti akan mau lagi, dan mau lagi, sama seperti kecanduan.
Berbagai perilaku seksual pada remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual secara wajar antara lain dikenal sebagai :
a.       Masturbasi atau onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap alat genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual untuk pemenuhan kenikmatan yang seringkali menimbulkan goncangan pribadi dan emosi.
b.      Berpacaran dengan berbagai perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.
c.       Berbagai kegiatan yang mengarah pada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikannya atau kegagalan untuk mengalihkan dorongan tersebut ke kegiatan lain yang sebenarnya masih dapat dikerjakan.
E.     Bagaimana Islam memandang Pergaulan Bebas ?
Banyak hal-hal yang negatif yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas. Ini semua telah terlukis oleh mereka di belahan bumi Barat, yang dulu mengagung-agungkan kebebasan dalam segala hal, termasuk kebebasan seks, kini mereka menjerit. Angka perceraian sangat tinggi, dan pranata pernikahan diragukan. Akibatnya keluarga sebagai sendi masyarakat runtuh, kemudian terjadilah dekadensi moral. Wabah AIDS menebarkan kengerian dan ketakutan karena semakin liarnya perilaku masyarakat dalam free sex.
Apa yang terjadi di Barat dapat kita sinyalir dari tulisan George Balusyi dalam bukunya ; “Ledakan Seksual”, yaitu ; “pada tahun 1962, Kennedy menjelaskan, masa depan Amerika diancam bahaya, sebab para pemudanya cenderung dan tenggelam di dalam syahwat sehingga tidak mampu memikul tanggung jawab yang harus dipikul di atas pundaknya. Setiap tujuh pemuda yang maju untuk jadi tentara, terdapat enam pemuda yang tidak pantas dijadikan tentara. Sebab syahwat yang telah mereka lampiaskan itu, telah merusak keseimbangan hygienis dan psikis mereka”.
Budaya free sex tidak jauh berbeda dengan budaya pacaran. Dan dengan menghubungkan fakta yang terjadi di sekitar kita, banyak para pemuda dan pemudi yang mengaku dirinya muslim tetapi mereka melakukan perbuatan zina. Jika hal ini dibiarkan, maka akan sangat berabahaya bagi kelanjutan da’wah Islam. Betapa sedihnya jika ummat Islam yang begitu besar tetapi akhlak para pemudanya penuh dengan kebobrokan. Naudzubillahi min zaalik.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Masa remaja adalah masa peralihan dimana seseorang berpindah dari kanak-kanak menjadi dewasa, dalam masa ini berbagai perubahan jasmaniah, rohaniah, dan sosial terjadi dengan jelas. Perubahan itu biasanya disertai oleh bernacam-macam problema yang timbul karena tidak dipersiapakannya jiwa remaja untuk menghadapi perubahan tersebut ditambah lagi dengan tidak dimengertinya orang tua, guru dan masyarakat tentang ciri pertumbuhan remaja itu sendiri dan oleh sebab itu timbul berbagai problema remaja dan bila problema itu tidak terselesaikan maka akan muncul kenakalan remaja. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan perhatian orang tua dan masyarakat dalam menghadapi problema remaja agar tidak menjurus pada kenakalan remaja. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan remaja yaitu dengan memberi kemudahan bagi remaja dalam pendidikan seperti memudahkan administrasi keuangan sekolah bagi anak yang tidak mampu sehingga keuangan sekolah akan sedikit terbantu dan remaja tidak terjerumus pada kejahatan.
B.     SARAN
Fokusnya utama Pendidikan Seks adalah pendidikan dan pengetahuan daripada seks. Pendidikan Seks mampu menyelamatkan kaum remaja dari keadaan yang tidak sehat atau berbahaya untuk kesehatannya. Seharusnya Pendidikan Seks tidak dianggap tabu dan tidak ditutu- tutupi lagi.
Sebagai suatu cabang, masyarakat yang mampu sebagian besar penduduk kaum muda, ruang sekolah seharusnya mengambil peran utama untuk memberi Pendidikan Seks ini.
Sebaiknya pemerintah bertindak mengembangkan program Pendidikan Seks dengan bahan-bahan resmi untuk disediakan setiap sekolah. Lebih banyak dana seharusnya diberikan dibidang Pendidikan, untuk menyakinkan setiap siswa mengalami kesempatan untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Program Pendidikan Seks seharusnya mencapai keseimbangan antara pengetahuan lengkap dan norma-norma kebudayaan dan agama Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Shahin,R.2009.Aneka Tips.Web. http://www.astaga.com
Keujereun.2006.Mengatasi Masalah Perilaku Seks
Bebas.Web.http://www.acehforumcomunitty.com.AcehFo®um
Andriezens.2008.Upaya Penanggulan Perilaku Seks dikalangan
Remaja.Web. http://www.mahk0ta’s.com



Selasa, 25 Desember 2012

PERKEMBANGAN JIWA PADA ANAK


PSIKOLOGI AGAMA
 


“PERKEMBANGAN JIWA PADA ANAK”
DOSEN PEMBIMBING: AHMAD HARIANDI, S.Pd.I, M.Ag
LOGO STAI BRU
 





DISUSUN OLEH:
v HERMANTO
v BUDIMAN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
BATANGHARI
TAHUN AKADEMIK 2011/2011

KATA PENGsANTAR
Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang dengan jerih payahnya telah mampu merubah peradaban yang tidak mengenal perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan ini, dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Psikologi Agama yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk membuat makalah yang kami beri judul "Perkembangan Jiwa Pada Anak " Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.

Muara Bulian,  April 2012










DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
        A.LATAR BELAKANG MASALAH ........................................................................ 1
B.RUMUSAN MASALAH.......................................................................................... 1
C.TUJUAN.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.Sumber Jiwa Agama Menurut Islam.......................................................................... 2
B.Sumber Jiwa Beragama Menurut Islam...................................................................... 4
C.Perkembangan  Jiwa Beragama.................................................................................. 5
D.Agama Pada Masa Kanak-kanak............................................................................... 6
E.Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak.............................................................. 7
F.Sifat Agama Pada Anak............................................................................................. 9
G.Faktor Yang Memepengaruhi Perkembangan Agama Pada Masa Anak-anak........... 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR  BELAKANG  MASALAH
Manusia adalah merupakan suatu makhluk yang mempunyai beberapa kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada yang sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan.
Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan rohani itu ada suatu kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia mempunyai kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah merupakan kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan adanya kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan untuk apa dia diciptakan.
Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan pada usia tertentu, agar kelak manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang agama yang baik nantinya. Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini agar lebih jelasnya pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang sederhana ini.
Ada Sekolompok ahli yang berpendapat bahwa timbulnya jiwa keagamaan itu dari lingkungan, karena anak dilahirkan bukanlah sebagai makhluk yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru dilahirkan lebih mirip binatang dan bahkan anak seekor kera lebih bersifat kemanusiaan daripada bayi manusia itu sendiri.
Ada pula sekolompok ahli yang berpendapat bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Namun fitrah ini baru berfungsi dikemudian hari setelah melalui proses bimbingan dan latihan.






  1. RUMUSAN MASALAH
a)      Sumber jiwa agama menurut para ahli !
b)      Sumber jiwa agama menurut islam !
c)      Perkembangan jiwa beragama !
d)     Agama pada masa kanka-kanak !
e)      Tahap perkembangan beragama pada kanak-kanak !
f)       Sifat agama pada anak !
g)      Faktor yang mempengaruhi perkembangan agama pada anak-anak !

  1. TUJUAN
Untuk memberikan pengetahuan kepada rekan-rekan mahsiswa dan memenuhi salah satu tugas mata kuliah psikologi agama.













BAB II
PEMBAHASAN
  1. Sumber Jiwa Agama Menurut Para Ahli
            Sumber jiwa agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu yang berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.
1)      Teori Monistik
Menurut teori monistik, bahwa sumber jiwa beragama adalah tunggal atau terdapat satu hal yang dominan . Pendapat para ahli yang masuk dalam teori ini antar lain:
a. Thomas van Aquino
            Thomas Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber jiwa agama adalah berpikir. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan pikirannya.
b.      Frederick Scheilmacher
            Sumber jiwa agama berasal dari rasa ketergantungan kepada Yang Maha Mutlak (sense of Depend) . Dengan adanya ketergantungan kepada Yang Maha Mutlak, manusia jadi lemah. Karena itu manusia butuh atau bergantung pada sesuatu yang berada di luar dirinya, yaitu Tuhan.
c.       Rudolf Otto
            Ia berpendapat bahwa sumber jiwa agama adalah faktor non rasional yang dipengaruhi perasaan ketuhanan (nominous) sebagai perasaan takjub, kagum yang hebat dihadapan “Yang Sepenuhnya Lain”. Perasaan ini diistilahkan sebagai Mysterium tremendum yaitu perasaan takut dan menarik.
d.      Sigmun Fred
            Pendapatnya mengenai sumber jiwa agama adalah libido sexual. Ide ini berasal dari mitos Yunani kuno, yaitu pembunuhan Dedipoes pada ayahnya karena menghalangi hasratnya pada ibunya. Setelah itu timbul perasaan bersalah. Untuk menghilangkannya, ia melakukan pemujaan, sebagai bentuk awal kepercayaan pada Tuhan.




2)      Teori Fakulty
            Menurut teori ini, sumber jiwa agama tidak timbul dari satu faktor saja. Tetapi  berasal dari berbagai unsur.  Unsur  yang  dianggap  paling  berpengaruh
adalah cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will).
Tokoh dari teori ini antara lain:
a. G.M. Straton
            Beliau berpendapat bahwa sumber jiwa agama adalah konflik batin. Dalam kehidupan manusia terus didera berbagai masalah yang membuat batin mengalami kecemasan, rasa bingung, takut dll. Ketika perasaan ini telah memuncak dan tak mampu diselesaikan, ia akan mencari pertolongan pada “Sesuatu Yang Maha Mampu” yaitu Tuhan.
b.Zakiah Drajat
            Selain kebutuhan jasmani, manusia juga memiliki kebutuhan rohani, antara lain kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan rasa harga diri, kebutuhan rasa bebas, kebutuhan rasa sukses, dan kebutuhan rasa ingin tahu. Semua kebutuhan tersebut dapat tersalurkan melalui agama.
c. W.H. Thomas
            Melalui teori Faur Wishes, ia mengemukakan yang menjadi sumber jiwa agama adalah empat macam keinginan untuk selamat, mendapat penghargaan, ditanggapi dan pengetahuan atau pengalaman. Kesemuanya itu dapat dipenuhi melalui agama.
  1. Sumber Jiwa Agama Menurut Islam
            Di dalam Al-qur’an sumber jiwa agama dapat ditemukan dalam surat Ar-Rum ayat 30 yang berarti: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum:30).
            Ayat tersebut menyatakan bahwa secara fitrah, manusia adalah makhluk beragama. Secara naluri manusia pada hakikatnya selalu meyakini adanya Tuhan Yang Maha Kuasa. Walaupun secara dhohir ada beberapa golongan yang tidak mengakui adanya Tuhan (atheis), tetapi itu hanya pernyataan lisan. Secara hakiki ia tetap meyakini adanya kekuatan di luar kekuatannya yang tidak mungkin dilampaui dan memiliki kekuatan Yang Maha. Menurut Nurcholis Majid, agama merupakan fitrah munazal yang diturunkan Allah untuk menguatkan fitrah yang telah ada secara alami. Dengan fitrah ini manusia tergerak untuk melakukan kegiatan atau ritual yang diperintahkan oleh Yang Maha Kuasa, yang berbentuk upacara ritual, kegiatan kemanusiaan, kegiatan berfikir dll. Dalam manusia juga terdapat naluri untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Keinginan ini tidak mungkin dapat terpenuhi kecuali melalui kegiatan beragama. Bahkan naluri ini memiliki porsi yang cukup besar dalam jajaran naluri yang dimiliki manusia.
            Menurut Quraish Shihab , sumber jiwa agama seseorang bersumber dari penemuan rasa kebenaran, keindahan d kebaikan. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut. Ketika manusia memperhatikan keindahan alam, maka akan timbul kekaguman. Kemudian menemukan kebaikan pada alam semesta yang diciptakan untuk manusia. Kemudian manusia mencari apa yang paling indah, paling benar dan paling baik yang pada akhirnya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah Tuhan.
  1. Perkembangan Jiwa Beragama
            Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
 1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
 2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
 3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
 4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.
 5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
            Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:
 1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
 2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
 3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
 4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.
 5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11 tahun.
 6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13 tahun
 7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa remaja akhir 17 – 21 tahun.
 8. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.
 9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
 10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
  1. Agama Pada Masa Anak- Anak
            Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
 1. 0 – 2 tahun (masa vital)
 2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
 3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
            Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh. Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
            Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
  1. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak.
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1)      The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng).
            Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang ,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.
            Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
2)      The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
            Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
            Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.
3)      The Individual Stage (Tingkat Individu)
            Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
a)      Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
b)      Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c)      Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Berkaitan dengan masalah ini, imam bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu:
d.      Fase dalam kandungan
            Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya,
e.  Fase bayi
            Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
f.       Fase kanak- kanak
            Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya. Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama sekalipun sifatnya hanya meniru.
e.       Masa anak sekolah
            Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.





  1. Sifat agama pada anak
            Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
1.      Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik).
            Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
2.      Egosentris
            Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
3.      Anthromorphis
            Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.
4.      Verbalis dan Ritualis
            Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
5.      Imitatif
            Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan

6.      Rasa heran
            Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.

  1. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Agama Pada Masa Anak-anak.
Perkembangan agama pada masa anak terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan dalam masyarakat. Lingkungan banyak membentuk pengalaman yang bersifat religius, (sesuai dengan ajaran agama) karena semakin banyak unsur agama maka sikap, tindakan dan kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajarana agama.
Setiap orang tua dan semua guru ingin membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui pendidikan, baik yang formal maupun yang non formal. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun prilaku yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadnya.
Masa pendidikan di SD merupakan kesempatan pertama yang sangat baik, untuk membina pribadi anak setelah orang tua, sekolah dasar merupakan dasar pembinaan pribadi dan mental anak. Apabila pembinaan pribadi dan mental anak terlaksana dengan baik, maka si anak anak memasuki masa remaja dengan mudah dan pembinaan pribadi dimasa remaja itu tidak akan mengalami kesulitan.
Pendidikan anak di sekolah dasarpun, merupakan dasar pula bagi pembinaan sikap dan jiwa agama pada anak. Apabila guru agama di SD mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak anak, maka untuk mengembangkan sikap itu pada masa remaja muda dan sianak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai goncangan yang biasa terjadi pada masa remaja.
Anak-anak akan bersifat sama sopan dan hormatnya kepada orang lain seperti kita kepada mereka, jika dibesarkan dilingkungan rumah dimana mereka diperlakukan dengan penuh kewibawaan, kebaikan hati dan rasa hormat, akan besar pengaruhnya terhadap cara mereka memperlakukan orang lain. Mereka akan sampai kepada keyakinan bahwa begitulah cara mereka harus memperlakukan orang lain. Mereka juga cenderung memperlakukan kita dengan cara melihat kita memperlakukan orang lain diluar keluarga.
            Pendidikan agama islam memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Karena pendidikan agama islam memelihara anak-anak supaya melalui jalan yang lurus dan tidak menuruti hawa nafsu yang menyebabkan nantinya jatuh ke lembah kehinaan dan kerusakan serta merusak kesehatan mental anak. Adapun pendidikan agama islam yang perlu di terapkan kepada anak sejak usia dini antara lain:
1.      Membisikkan Kalimat Tauhid
            Dalam hal ini sejak anak lahir kedunia tidak lain yang dibisikkan atau diperdengarkan setelah keluar dari rahim ibunya kecuali “Allah” dengan menggunakan azan di telinga kanan untuk anak laki-laki dan iqamat di telinga kiri untuk anak perempuan, karena pendidikan agama islam membersihkan hati dan mensucikan jiwa agar anak-anak nantinya tetap patuh perintah Allah.
2.      Mengajari Akhlak yang Mulia
            Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya semata untuk mengetahuinya saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa sang anak agar supaya beraklak dengan akhlak yang terpuji. Karena pendidikan agama islam dalam rumah tangga sangat berpengaruh besar dalam rangka membentuk anak yang berbudi pekerti yang luhur dan memiliki mental yang sehat.
3.      Mengislamkannya atau mengkhitankannya
            Disebutkan dalam Assahhain, dari hadits Abi Hurairah ra, berkata : “Rasululullah Saw. Bersabda : “Fitrah itu ada lima (Khitan, mencukur buku di bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut buku ketiak)”. Disini khitan ditempatkan ditempat sebagai ciri fitrahnya seseorang yang berdasarkan pada kelemah lembutan agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, dimana ia diperintahkan untuk melakukannya pada waktu ia mencapai usia 80 tahun.
            Dengan demikian sebagai orang tua yang mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya, agar tidak menyia-nyiakan amanah tersebut, orang tualah sebagai pembina pertama dalam hidup dan kehidupan si anak, olehnya itu anak perlu berbakti dan hormat serta berakhlak mulia terhadap kedua orang tuanya.
4.      Upaya Melestarikan Kesehatan Mental Anak Melalui Pendidikan Agama Islam
            Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak / orang harus mendapatkan pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan. Dengan demikian mereka membutuhkan sistem persekolahan yang sesuai dengan kepribadian dan perkembangan anak. Perlunya diketahui bahwa kesahatan mental dapat dicapai melalui kehidupan jadi rukun dan damai diantaran kelompok sosial dengan saling memberi dukungan fisik, material maupun moral untuk mencapai ketenangan hidup melalui agama, dapat meredam gejala jiwa, dan perlu dilakukan / dilaksanakan secara konsisten dan produktif.
            Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan agama islam antara lain :
         Menanamkan Rasa Keagamaan terhadap Anak.
Dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang agama, agar anak dapat mengenal lebih dekat kepada sang pemberi petunjuk yaitu Allah Swt. Agar apabila suatu saat seorang anak mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak timbul frustasi pada anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa dan kesehatan mental paa tersebut dengan pengenalan agama lebih dekat.
         Membimbing dan Mengarahkan Perkembangan Jiwa Anak Melalui Pendidikan Agama Islam.
Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak dapat diusahakan melalui pembentukan pribadi dengan pengalaman keagamaan terhadap diri anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun masyarakat, lingkungan yang banyak membentuk pengajaran yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama islam). Akan membentuk pribadi, tindakan dan kelakuan serta caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama yang kesemuanya itu mengacu pada perkembangan jiwa dan pembentukan mental yang sehat dalam diri si anak.


         Menanamkan Etika Yang Baik Terhadap Diri Anak Berdasarkan Norma-Norma Keagamaan.
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0 – 12 tahun.
            Masa kanak-kanak merupakan masa yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan psikologi dan agama si anak. Oleh karena itu pada masa ini orang tua harus ekstra ketat dalam mendidik anaknya misalnya kita membiasakan anak untuk menggunakan tangan kanan dalam mengambil, memberi, makan dan minum, menulis, menerima tamu dan mengajarkannya untuk selalu memulai pekerjaan dengan membaca Basmalah serta harus diakhiri dengan membaca Hamdalah.




















BAB III 
PENUTUP

Kesimpulan
          Sumber jiwa agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu yang berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.
  1. Teori Monistik
Menurut teori monistik, bahwa sumber jiwa beragama adalah tunggal atau terdapat satu hal yang dominan .
  1. Teori Fakulty
            Menurut teori ini, sumber jiwa agama tidak timbul dari satu faktor saja. Tetapi berasal dari berbagai unsur. Unsur yang dianggap paling berpengaruh adalah cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will).
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
 1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng).
 2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
 3. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
 1. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik).
 2. Egosentris
 3. Anthromorphis
 4. Verbalis dan Ritualis
 5. Imitatif
 6. Rasa heran




DAFTAR PUSTAKA

  • Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
  • Daradjat Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.
  • Drs H. Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, Pustaka setia Bandung, 2004
  • H. Ramayulis, Prof. Dr, Pengantar Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
  • Julysyawaladi.blogspot.com/2010/08/sumber-jiwa-agama-dan-perkembangan.html (diakses: 29 Maret 2012, 14.30 WIB)
  • WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980.