“PERKEMBANGAN JIWA PADA ANAK”
DOSEN PEMBIMBING: AHMAD HARIANDI, S.Pd.I, M.Ag
DISUSUN OLEH:
v HERMANTO
v BUDIMAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
BATANGHARI
TAHUN AKADEMIK 2011/2011
KATA PENGsANTAR
Segala puji bagi
Allah Tuhan seru sekalian alam yang telah melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tetap tersanjungkan kepada baginda Rasul Muhammad SAW yang
dengan jerih payahnya telah mampu merubah peradaban yang tidak mengenal
perikemanusiaan menuju peradaban yang penuh dengan kebaikan.
Dalam kesempatan
ini, dengan penuh rasa suka cita penulis mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada
Bapak Dosen Mata Kuliah Psikologi Agama yang telah memberikan kepercayaannya
kepada kami untuk membuat makalah yang kami beri judul "Perkembangan Jiwa
Pada Anak " Penulis menyadari bahwa dalam makalah yang telah dibuat ini
masih banyak kesalahan yang harus diperbaiki, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman agar dalam
pembuatan makalah yang berikutnya tidak terjadi kesalahan serupa.
Muara Bulian, April 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH ........................................................................ 1
B.RUMUSAN
MASALAH.......................................................................................... 1
C.TUJUAN.................................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.Sumber Jiwa
Agama Menurut Islam.......................................................................... 2
B.Sumber Jiwa
Beragama Menurut Islam...................................................................... 4
C.Perkembangan Jiwa Beragama.................................................................................. 5
D.Agama Pada
Masa Kanak-kanak............................................................................... 6
E.Tahap
Perkembangan Beragama Pada Anak.............................................................. 7
F.Sifat Agama
Pada Anak............................................................................................. 9
G.Faktor Yang
Memepengaruhi Perkembangan Agama Pada Masa Anak-anak........... 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
MASALAH
Manusia adalah merupakan suatu makhluk
yang mempunyai beberapa kebutuhan baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan
rohani untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya. Kebutuan-kebutuhan itu ada
yang sifatnya apabila tidak dipenuhi bisa berpengaruh pada kehiduan.
Berkenaan dengan kebutuhan jasmani dan
rohani itu ada suatu kebutuhan yang yang bersifat universal atau setiap manusia
mempunyai kebutuhan tersebut atau dengan kata lain suatu kebutuhan yang sudah
merupakan kodrat. Kebutuhan itu adalah kebutuhan akan agama. Karena dengan
adanya kebutuhan ini manusia akan mengetahui siapa dirinya sesungguhnya, dan
untuk apa dia diciptakan.
Jadi, kebutuhan agama perlu ditanamkan
pada usia tertentu, agar kelak manusia itu mempunyai suatu pemahaman tentang
agama yang baik nantinya. Usia yang baik atau perkembangan jiwa beragama ini
agar lebih jelasnya pemakalah akan mencoba menguraikannya dalam makalah yang
sederhana ini.
Ada Sekolompok ahli yang berpendapat
bahwa timbulnya jiwa keagamaan itu dari lingkungan, karena anak dilahirkan
bukanlah sebagai makhluk yang religious. Menurut pendapat ini, anak yang baru
dilahirkan lebih mirip binatang dan bahkan anak seekor kera lebih bersifat
kemanusiaan daripada bayi manusia itu sendiri.
Ada pula sekolompok ahli yang
berpendapat bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan. Namun
fitrah ini baru berfungsi dikemudian hari setelah melalui proses bimbingan dan
latihan.
- RUMUSAN
MASALAH
a)
Sumber jiwa agama menurut para ahli !
b)
Sumber jiwa agama menurut islam !
c)
Perkembangan jiwa beragama !
d)
Agama pada masa kanka-kanak !
e)
Tahap perkembangan beragama pada kanak-kanak !
f)
Sifat agama pada anak !
g)
Faktor yang mempengaruhi perkembangan agama pada
anak-anak !
- TUJUAN
Untuk
memberikan pengetahuan kepada rekan-rekan mahsiswa dan memenuhi salah satu
tugas mata kuliah psikologi agama.
BAB II
PEMBAHASAN
- Sumber Jiwa Agama Menurut Para Ahli
Sumber jiwa agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu
yang berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.
1)
Teori Monistik
Menurut teori monistik, bahwa sumber
jiwa beragama adalah tunggal atau terdapat satu hal yang dominan . Pendapat
para ahli yang masuk dalam teori ini antar lain:
a. Thomas van
Aquino
Thomas Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber jiwa agama adalah
berpikir. Manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan pikirannya.
b.
Frederick Scheilmacher
Sumber jiwa agama berasal dari rasa ketergantungan kepada Yang Maha Mutlak
(sense of Depend) . Dengan adanya ketergantungan kepada Yang Maha Mutlak,
manusia jadi lemah. Karena itu manusia butuh atau bergantung pada sesuatu yang
berada di luar dirinya, yaitu Tuhan.
c.
Rudolf Otto
Ia berpendapat bahwa sumber jiwa agama adalah faktor non rasional yang
dipengaruhi perasaan ketuhanan (nominous) sebagai perasaan takjub, kagum yang
hebat dihadapan “Yang Sepenuhnya Lain”. Perasaan ini diistilahkan sebagai
Mysterium tremendum yaitu perasaan takut dan menarik.
d.
Sigmun Fred
Pendapatnya mengenai sumber jiwa agama adalah libido sexual. Ide ini berasal
dari mitos Yunani kuno, yaitu pembunuhan Dedipoes pada ayahnya karena
menghalangi hasratnya pada ibunya. Setelah itu timbul perasaan bersalah. Untuk
menghilangkannya, ia melakukan pemujaan, sebagai bentuk awal kepercayaan pada
Tuhan.
2)
Teori Fakulty
Menurut teori ini, sumber jiwa agama tidak timbul dari satu faktor saja. Tetapi
berasal dari berbagai unsur. Unsur yang dianggap
paling berpengaruh
adalah cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will).
Tokoh dari teori ini antara lain:
a. G.M. Straton
Beliau berpendapat bahwa sumber jiwa agama adalah konflik batin. Dalam
kehidupan manusia terus didera berbagai masalah yang membuat batin mengalami
kecemasan, rasa bingung, takut dll. Ketika perasaan ini telah memuncak dan tak
mampu diselesaikan, ia akan mencari pertolongan pada “Sesuatu Yang Maha Mampu”
yaitu Tuhan.
b.Zakiah Drajat
Selain kebutuhan jasmani, manusia juga memiliki kebutuhan rohani, antara lain
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan rasa harga diri,
kebutuhan rasa bebas, kebutuhan rasa sukses, dan kebutuhan rasa ingin tahu.
Semua kebutuhan tersebut dapat tersalurkan melalui agama.
c. W.H. Thomas
Melalui teori Faur Wishes, ia mengemukakan yang menjadi sumber jiwa agama
adalah empat macam keinginan untuk selamat, mendapat penghargaan, ditanggapi
dan pengetahuan atau pengalaman. Kesemuanya itu dapat dipenuhi melalui agama.
- Sumber
Jiwa Agama Menurut Islam
Di dalam Al-qur’an sumber jiwa agama dapat ditemukan dalam surat Ar-Rum ayat 30
yang berarti: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,
tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah
agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum:30).
Ayat tersebut menyatakan bahwa secara fitrah, manusia adalah makhluk beragama.
Secara naluri manusia pada hakikatnya selalu meyakini adanya Tuhan Yang Maha
Kuasa. Walaupun secara dhohir ada beberapa golongan yang tidak mengakui adanya
Tuhan (atheis), tetapi itu hanya pernyataan lisan. Secara hakiki ia tetap
meyakini adanya kekuatan di luar kekuatannya yang tidak mungkin dilampaui dan
memiliki kekuatan Yang Maha. Menurut Nurcholis Majid, agama merupakan fitrah
munazal yang diturunkan Allah untuk menguatkan fitrah yang telah ada secara
alami. Dengan fitrah ini manusia tergerak untuk melakukan kegiatan atau ritual
yang diperintahkan oleh Yang Maha Kuasa, yang berbentuk upacara ritual,
kegiatan kemanusiaan, kegiatan berfikir dll. Dalam manusia juga terdapat naluri
untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Keinginan ini tidak mungkin dapat terpenuhi
kecuali melalui kegiatan beragama. Bahkan naluri ini memiliki porsi yang cukup
besar dalam jajaran naluri yang dimiliki manusia.
Menurut Quraish Shihab , sumber jiwa agama seseorang bersumber dari penemuan
rasa kebenaran, keindahan d kebaikan. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
Ketika manusia memperhatikan keindahan alam, maka akan timbul kekaguman.
Kemudian menemukan kebaikan pada alam semesta yang diciptakan untuk manusia.
Kemudian manusia mencari apa yang paling indah, paling benar dan paling baik
yang pada akhirnya jawaban dari pertanyaan tersebut adalah Tuhan.
- Perkembangan
Jiwa Beragama
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm,
tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa
mencoba dan masa bermain.
3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa
sekolah)
4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa
pemuda.
5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa
kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap
sebagai berikut:
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai
lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir
minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun
kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 – 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 – 10 atau 11
tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 – 13
tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 – 17 tahun. Masa
remaja akhir 17 – 21 tahun.
8. Masa Dewasa Awal, umur 21 – 40 tahun.
9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
- Agama Pada
Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah
sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth
B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada
dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak
pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta
diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap
pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana,
baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia
menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau
perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya
terhadap kata tuhan itu tumbuh. Perasaan si anak terhadap orang tuanya
sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi
dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana
hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik,
akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang
dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan
bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada
dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan
kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya.
Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah
karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa
aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan
yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si
anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya
dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
- Tahap
Perkembangan Beragama Pada Anak.
Sejalan dengan kecerdasannya,
perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1)
The Fairly Tale
Stage (Tingkat Dongeng).
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengeanai Tuhan banyak
dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih
menggunakan konsep fantastis yang diliputi oelh dongeng- dongeng yang kurang
,masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng-
dongeng.
Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama daripada isi
ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak
karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak
mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan
lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.
2)
The Realistic
Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan
sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi
berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.
Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa anak pada
usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah
bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini
dan dipukul bila melanggarnya.
3)
The Individual
Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan
perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang diindividualistik ini terbagi
menjadi tiga golongan:
a)
Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan
dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
b)
Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan
pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c)
Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama
telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Berkaitan dengan masalah ini, imam bawani membagi fase perkembangan agama pada
masa anak menjadi empat bagian, yaitu:
d.
Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang
berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa
perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika
terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya,
e. Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang
anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis,
seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.
f.
Fase kanak- kanak
Masa ketiga tersebut merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai
keagamaan. Pada fase ini anak sudah mulai bergaul dengan dunia luar. Banyak hal
yang ia saksikan ketika berhubungan dengan orang-orang orang disekelilingnya.
Dalam pergaulan inilah ia mengenal Tuhan melalui ucapan- ucapan orang
disekelilingnya. Ia melihat perilaku orang yang mengungkapkan rasa kagumnya
pada Tuhan. Anak pada usia kanak- kanak belum mempunyai pemahaman dalam
melaksanakan ajaran Islam, akan tetapi disinilah peran orang tua dalam
memperkenalkan dan membiasakan anak dalam melakukan tindakan- tindakan agama
sekalipun sifatnya hanya meniru.
e.
Masa anak sekolah
Seiring dengan perkembangan aspek- aspek jiwa lainnya, perkembangan agama juga
menunjukkan perkembangan yang semakin realistis. Hal ini berkaitan dengan
perkembangan intelektualitasnya yang semakin berkembang.
- Sifat
agama pada anak
Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
1.
Unreflective
(kurang mendalam/ tanpa kritik).
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan
mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal.
Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun,
sejalan dengan perkembangan moral.
2.
Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada
anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak
mempunyai arti seperti orang dewasa. Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus
dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan
pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak
dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan
egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
3.
Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala
ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan
(mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan
religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif
dan konkret.
4.
Verbalis dan
Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal).
Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan
amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan
yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang
mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
5.
Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan
meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting. Pendidikan sikap
religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa
teladan
6.
Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda
dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan
kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu
diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan
pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang
sangat penting.
- Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Agama Pada Masa Anak-anak.
Perkembangan agama pada masa anak
terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan
dalam masyarakat. Lingkungan banyak membentuk pengalaman yang bersifat
religius, (sesuai dengan ajaran agama) karena semakin banyak unsur agama maka
sikap, tindakan dan kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan
ajarana agama.
Setiap orang tua dan semua guru ingin
membina anak agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap
mental yang sehat dan yang terpuji. Semua itu dapat diusahakan melalui
pendidikan, baik yang formal maupun yang non formal. Setiap pengalaman yang
dilalui anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun prilaku yang
diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadnya.
Masa pendidikan di SD merupakan
kesempatan pertama yang sangat baik, untuk membina pribadi anak setelah orang
tua, sekolah dasar merupakan dasar pembinaan pribadi dan mental anak. Apabila
pembinaan pribadi dan mental anak terlaksana dengan baik, maka si anak anak
memasuki masa remaja dengan mudah dan pembinaan pribadi dimasa remaja itu tidak
akan mengalami kesulitan.
Pendidikan anak di sekolah dasarpun,
merupakan dasar pula bagi pembinaan sikap dan jiwa agama pada anak. Apabila
guru agama di SD mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam
membentuk pribadi dan akhlak anak, maka untuk mengembangkan sikap itu pada masa
remaja muda dan sianak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi
berbagai goncangan yang biasa terjadi pada masa remaja.
Anak-anak akan bersifat sama sopan dan
hormatnya kepada orang lain seperti kita kepada mereka, jika dibesarkan
dilingkungan rumah dimana mereka diperlakukan dengan penuh kewibawaan, kebaikan
hati dan rasa hormat, akan besar pengaruhnya terhadap cara mereka memperlakukan
orang lain. Mereka akan sampai kepada keyakinan bahwa begitulah cara mereka
harus memperlakukan orang lain. Mereka juga cenderung memperlakukan kita dengan
cara melihat kita memperlakukan orang lain diluar keluarga.
Pendidikan agama islam memberikan dan mensucikan jiwa serta mendidik hati
nurani dan mental anak-anak dengan kelakuan yang baik-baik dan mendorong mereka
untuk melakukan pekerjaan yang mulia. Karena pendidikan agama islam memelihara
anak-anak supaya melalui jalan yang lurus dan tidak menuruti hawa nafsu yang
menyebabkan nantinya jatuh ke lembah kehinaan dan kerusakan serta merusak
kesehatan mental anak. Adapun pendidikan agama islam yang perlu di terapkan
kepada anak sejak usia dini antara lain:
1.
Membisikkan Kalimat Tauhid
Dalam hal ini sejak anak lahir kedunia tidak lain yang dibisikkan atau
diperdengarkan setelah keluar dari rahim ibunya kecuali “Allah” dengan
menggunakan azan di telinga kanan untuk anak laki-laki dan iqamat di telinga
kiri untuk anak perempuan, karena pendidikan agama islam membersihkan hati dan
mensucikan jiwa agar anak-anak nantinya tetap patuh perintah Allah.
2.
Mengajari Akhlak yang Mulia
Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya semata
untuk mengetahuinya saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa sang anak agar
supaya beraklak dengan akhlak yang terpuji. Karena pendidikan agama islam dalam
rumah tangga sangat berpengaruh besar dalam rangka membentuk anak yang berbudi
pekerti yang luhur dan memiliki mental yang sehat.
3.
Mengislamkannya atau mengkhitankannya
Disebutkan dalam Assahhain, dari hadits Abi Hurairah ra, berkata :
“Rasululullah Saw. Bersabda : “Fitrah itu ada lima (Khitan, mencukur buku di
bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut buku ketiak)”. Disini
khitan ditempatkan ditempat sebagai ciri fitrahnya seseorang yang berdasarkan
pada kelemah lembutan agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, dimana ia
diperintahkan untuk melakukannya pada waktu ia mencapai usia 80 tahun.
Dengan demikian sebagai orang tua yang mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap anak-anaknya, agar tidak menyia-nyiakan amanah tersebut, orang tualah
sebagai pembina pertama dalam hidup dan kehidupan si anak, olehnya itu anak
perlu berbakti dan hormat serta berakhlak mulia terhadap kedua orang tuanya.
4.
Upaya Melestarikan Kesehatan Mental Anak Melalui
Pendidikan Agama Islam
Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak / orang harus mendapatkan
pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan. Dengan demikian mereka
membutuhkan sistem persekolahan yang sesuai dengan kepribadian dan perkembangan
anak. Perlunya diketahui bahwa kesahatan mental dapat dicapai melalui kehidupan
jadi rukun dan damai diantaran kelompok sosial dengan saling memberi dukungan
fisik, material maupun moral untuk mencapai ketenangan hidup melalui agama,
dapat meredam gejala jiwa, dan perlu dilakukan / dilaksanakan secara konsisten
dan produktif.
Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan agama islam
antara lain :
•
Menanamkan Rasa Keagamaan terhadap Anak.
Dengan memberikan pengetahuan dan
pemahaman tentang agama, agar anak dapat mengenal lebih dekat kepada sang
pemberi petunjuk yaitu Allah Swt. Agar apabila suatu saat seorang anak
mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak timbul frustasi pada
anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa dan kesehatan mental paa
tersebut dengan pengenalan agama lebih dekat.
•
Membimbing dan Mengarahkan Perkembangan Jiwa Anak Melalui
Pendidikan Agama Islam.
Membimbing dan mengarahkan perkembangan
jiwa anak dapat diusahakan melalui pembentukan pribadi dengan pengalaman
keagamaan terhadap diri anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah
maupun masyarakat, lingkungan yang banyak membentuk pengajaran yang bersifat
agama (sesuai dengan ajaran agama islam). Akan membentuk pribadi, tindakan dan
kelakuan serta caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama yang
kesemuanya itu mengacu pada perkembangan jiwa dan pembentukan mental yang sehat
dalam diri si anak.
•
Menanamkan Etika Yang Baik Terhadap Diri Anak Berdasarkan
Norma-Norma Keagamaan.
Perkembangan agama pada anak sangat
ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa
pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0 – 12 tahun.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan
psikologi dan agama si anak. Oleh karena itu pada masa ini orang tua harus
ekstra ketat dalam mendidik anaknya misalnya kita membiasakan anak untuk
menggunakan tangan kanan dalam mengambil, memberi, makan dan minum, menulis,
menerima tamu dan mengajarkannya untuk selalu memulai pekerjaan dengan membaca
Basmalah serta harus diakhiri dengan membaca Hamdalah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sumber jiwa
agama menurut para ahli dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu yang
berpandangan monistik dan yang berpandangan fakulty.
- Teori
Monistik
Menurut teori monistik, bahwa sumber
jiwa beragama adalah tunggal atau terdapat satu hal yang dominan .
- Teori
Fakulty
Menurut teori ini, sumber jiwa agama tidak timbul dari satu faktor saja. Tetapi
berasal dari berbagai unsur. Unsur yang dianggap paling berpengaruh adalah cipta
(reason), rasa (emotion), dan karsa (will).
Sejalan dengan kecerdasannya,
perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1. The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng).
2. The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam
bagian:
1. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik).
2. Egosentris
3. Anthromorphis
4. Verbalis dan Ritualis
5. Imitatif
6. Rasa heran
DAFTAR PUSTAKA
- Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi
Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
- Daradjat Zakiah, Ilmu Jiwa
Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.
- Drs H. Ahmad Fauzi, Psikologi
Umum, Pustaka setia Bandung, 2004
- H. Ramayulis, Prof. Dr, Pengantar
Psikologi Agama, Kalam Mulia, Jakarta, 2002.
- Julysyawaladi.blogspot.com/2010/08/sumber-jiwa-agama-dan-perkembangan.html
(diakses: 29 Maret 2012, 14.30 WIB)
- WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980.
tlg tnggalkan komen y..?
BalasHapus